Last Updated on March 2, 2023 by Bilson Simamora
PERSEPSI adalah suatu proses, dengan mana seseorang menerima, menyeleksi dan menginterpretasi stimuli untuk membentuk gambaran yang menyeluruh dan berarti tentang dunia (Schiffman & Wisenblit, 2005). Proses persepsi itu berlangsung dalam benak konsumen. Jadi sifatnya abstrak. Sekali pun individu pemersepsi dapat memberikan deskripsi, tetapi persepsi yang kita tangkap, tidaklah objektif, melainkan subjektif.
Walaupun persepsi sulit diukur secara pasti karena sifatnya yang abstrak, para ahli tetap berusaha untuk memperoleh gambaran persepsi seseorang tentang suatu objek secara relatif dibanding dengan objek-objek lainnya. Objek bisa berupa produk, merek, toko, orang, partai politik, dan lain-lain. Teknik yang digunakan dinamakan multidimension scaling (MDS).
Sebagai salah satu teknik multivariat dalam golongan interdependenced technique, MDS adalah salah satu posedur yang digunakan untuk memetakan persepsi dan preferensi para responden secara visual dalam peta geometri.
Peta geometri tersebut, yang disebut spatial map atau perceptual map, merupakan penjabaran berbagai dimensi yang berhubungan. Katakanlah kita memakai peta geometri berupa diagram kartesius. Peta ini dibentuk dengan dua dimensi, satu pada sumbu horisontal (sumbu X), satunya lagi pada sumbu vertikal (sumbu Y).
Setiap dimensi, yaitu X dan Y, sebenarnya mewakili berbagai atribut yang terlibat dalam pembentukan persepsi. Bisa saja kita menilai sekumpulan merek berdasarkan sepuluh atribut. Dalam MDS, kesepuluh atribut ini akan dipadatkan menjadi dua, tiga, empat atau lebih dimensi, tergantung kebutuhan. Konsepnya demikian, tetapi kalau dimensi berjumlah empat atau lebih, interpretasi sulit dilakukan. Karena itulah, dalam MDS, umumnya dipakai dua atau tiga dimensi.
Memang, dalam pemasaran, MDS umumnya dipakai dalam memetakan persepsi. Namun, menurut Malhotra (2020), informasi yang diberikan MDS dipakai dalam berbagai aplikasi pemasaran lainnya, seperti:
- Pengukuran citra (image measurement). Kita tahu bahwa imej adalah persepsi yang bersifat publik. Kalau peta persepsi setiap individu kita ukur, lalu kita lakukan perbandingan antar-individu, objek-objek yang menempati posisi yang relatif sama pada sebagian besar atau semua individu, tentu sudah memiliki imej yang kuat.
- Segmentasi pasar. Merek dan dan konsumen dapat diposisikan dalam peta yang sama (in the same space), kemudian kelompok-kelompok konsumen dengan persepsi yang relatif homogen dapat diidentifikasi.
- Pengembangan produk baru (new product development). Melalui ‘spatial map’ dapat terlihat area-area yang masih kosong atau yang pemainnya belum ada. MDS dapat dipakai untuk mengevaluasi konsep-konsep produk baru dan merek-merek saat ini untuk mengetahui bagaimana konsumen mempersepsikan konsep-konsep baru. Proporsi preferensi untuk setiap produk baru adalah sebuah indikator untuk mengetahui kesuksesannya.
- Menilai keefektifan iklan. Kalau iklan ditujukan untuk membentuk “brand position”, MDS dapat dipakai untuk mengukur apakah posisi yang diinginkan sudah tercapai, dengan kata lain, apakah iklan efektif dalam membentuk “brand position”.
- Analisis harga. Buatlah ‘spatial map’ dengan dan ‘tanpa memasukkan’ faktor harga. Lalu, bandingkan kedua spatial maps. Beda antara keduanya, mencerminkan dampak harga terhadap persepsi konsumen.
- Keputusan saluran (channel decision). Kalau kita melakukan judgement tentang kompatibilitas (compatibility) atas sejumlah merek dengan outlet yang berbeda-beda, maka informasi dari spatial maps yang terkait saluran distribusi tersebut, dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan. Misalnya begini. Melalui MDS kita petakan sejumlah merek. Ada sebuah merek, katakan merek A, menarik perhatian kita. Lalu, kita ingin agar posisi merek kita sama dengan posisi merek A. Lalu, kita selidiki praktek-praktek pemasaran yang dilakukan merek A, termasuk saluran distribusinya, lalu dijadikan sebagai bahan acuan dalam mendesain saluran distribusi merek kita.
- Konstruksi skala sikap. Teknik MDS dapat dipakai untuk mengembangkan skala pengukuran sikap.
MDS Dibanding Teknik-teknik Multivariate Lainnya
Ada dua keunikan MDS dibanding teknik-teknik multivariate lainnya. Pertama, analisis MDS dapat dilakukan pada level individu (disebut disaggregate analysis), selain level segmen maupun level agregat (disebut aggregate analysis). Dalam disaggregate analysis, perceptual map diproduksi sebanyak objek atau subjek.
Teknik-teknik multivariat lain tidak ada yang seperti ini (mampu melakukan analisis disaggregat).
Kedua, kemampuan MDS untuk “menghasilkan” dimensi-dimensi tanpa keharusan mendeskripsikan atribut-atribut produk. Kata “menghasilkan” dibuat dalam tanda kutip bermakna bahwa MDS tidak menyatakan dimensi-dimensi itu secara eksplisit, akan tetapi melalui pertimbangan (judgement) peneliti.
ISU-ISU MDS
Sebelum melakukan MDS, ada beberapa isu yang perlu diperhatikan oleh peneliti, seperti berikut ini.
Identifikasi Objek Relevan
Peneliti perlu memeriksa objek-objek yang relevan. Objek-objek yang tidak relevan akan mengganggu peta persepsi serta mempersulit interpretasi dimensi-dimensi perseptual di antara objek-objek yang diuji. Sekiranya ingin meneliti brand position Mitsubishi Kuda, tentu kita harus menyertakan merek-merek relevan, seperti Kijang, Panther, Taruna, Avanza, dan Xenia.
Batasan merek relevan bersifat subjektif. Untuk mempe-rolehnya, kita dapat melakukan riset pendahuluan, bisa pula berdasarkan data sekunder berupa data yang dipakai oleh pihak lain (misalnya majalah atau tabloid) sebelumnya.
Identifikasi Segmen Relevan
Seyogianya MDS dilakukan secara segmented, terutama bila tujuannya adalah mengidentifikasi brand position dan competitive position suatu merek. Informasi menyangkut kedua variabel ini lebih berharga apabila dinyatakan oleh segmen yang menjadi target pemasaran produk kita. Lagi pula, apabila pengambilan responden dilakukan sembarangan, hasil penelitian berbasis analisis agregat tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Similarity Versus Preferensi
Setelah objek ditentukan, perlu pula ditentukan, berdasarkan apa persepsi terhadap objek-objek tersebut dipetakan, berdasarkan kesamaan (similarity) ataukah preferensi (preference)? Kedua jenis input data akan menghasilkan peta persepsi yang berbeda.
Dengan similarity, memang dimensi-dimensi objek dapat digali, akan tetapi determinasi pilihan tidak terungkap. Artinya, kita tidak mengetahui kecenderungan pilihan responden.
Dengan preferensi memang pilihan terefleksi, akan tetapi, sulit membandingkan kesamaan antara satu objek dengan objek lain, sebab dimensi yang dipakai untuk membangun preferensi, bisa saja berbeda untuk objek yang berbeda. Misalnya, Roberto menempatkan mobil Jazz sebagai pilihan pertama karena irit bahan bakar. Pilihan kedua adalah Terrano karena desainnya yang gagah. Sulit membandingkan kesamaan kedua merek tersebut dalam peta persepsi karena atribut dasar pembentukan preferensi berbeda.
Desain Riset
Perlu ditentukan, apakah dalam MDS kita meng-gunakan desain decompositional (attribute-free) ataukah compositional (atrribute-based). Desain decompositional kita hanya mengukur kesan umum (general impression). Pada saat membandingkan Kuda dan Kijang, kesamaan di antara keduanya, ataupun preferensi pada keduanya, oleh responden dihasilkan hanya berdasarkan kesan umum. Artinya, responden tak perlu menguraikan alasan atas persepsi atau pun prefensinya.
Dengan metoda compositional, kita mengukur kesan atas sejumlah merek berdasarkan sekumpulan atribut. Dengan menggunakan teknik pengukuran tertentu (biasanya skala numerik ataupun semantic differential scale), kita meminta responden memberikan peringkat (rating) setiap merek pada sejumlah atribut.
Kesamaan diukur dengan membandingkan data setiap objek, umumnya dengan cara melakukan korelasi antar-objek. Kesa-maan turunan (derived similarity) kemudian diolah dengan menggunakan analisis faktor ataupun analisis diskriminan untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi yang dipakai responden untuk membedakan objek-objek tersebut.
Berdasarkan isu-isu di atas, kita dapat mengetengahkan berbagai metoda dalam membuat peta persepsi. Namun, perlu diingat bahwa MDS hanya salah satu cara untuk membuat pemetaan persepsi (perceptual mapping) (Gambar 1).
Gambar 1. Pendekatan Membuat Perceptual Map
BENTUK-BENTUK MATRIK
Proksimiti (proximity), yang disebut juga jarak psikologis (psychological distance), merupakan ukuran empiris kedekatan atau kesamaan pasangan-pasangan objek. Tabel-tabel yang berisikan data proksimiti disebut matrik. Ada tiga bentuk matrik yang umum dijumpai dalam MDS, seperti dijelaskan berikut ini.
Intact unconditional proximity matrix. Disebut utuh (intact) karena setiap sel (kecuali diagonal utama) berisikan data yang mengindikasikan tingkat kesamaan (similarity) ataupun ketidak-samaan (dissimilarity) suatu pasangan stimuli relatif terhadap pasangan-pasangan stimuli lain. Disebut unconditional karena setiap sel dapat dibandingkan dengan sel lain secara langsung. Karena jumlah baris dan kolom sama, sebagai matrik, tabel-tabel tersebut juga tergolong sebagai matrik simertis (symmetric).
Tabel 1. Contoh Intact unconditional proximity matrix.
Estea | Fresh Tea | Fruit Tea | Lipton | Sosro | Tekita | |
Estea | ||||||
Fresh Tea | 4 | . | . | . | . | |
Fruit Tea | 10 | 12 | . | . | . | |
Lipton | 11 | 13 | 3 | . | . | |
Sosro | 14 | 7 | 15 | 5 | . | |
Tekita | 1 | 2 | 8 | 9 | 6 |
Intact conditional proximity matrix adalah tabel yang kesamaan atau ketidaksamaan hanya dapat dinilai pada suatu kondisi, yaitu antar baris atau kolom kolom saja. Pada Tabel 2, yang dijadikan sebagai contoh, kesamaan atau perbedaan antar merek (kolom) dievaluasi berdasarkan atribut (baris). Misalnya, untuk atribut rasa, , kita membandingkan peringkat setiap merek atribut tersebut, yang secara tidak langsung menyatakan kesamaan atau perbedaan dengan merek lain pada atribut yang sama. Otomatis, angka-angka pada baris pertama, tidak bisa dibandingkan dengan angka-angka pada baris kedua dan lainnya. Yang bisa dibandingkan hanya data antar kolom. Karena kesamaan hanya dapat dinilai pada suatu kondisi (hanya antar baris saja atau kolom), maka matrik demikian disebut intact conditional proximity matrix.
Tabel 2. Contoh Intact conditional proximity matrix
Atribut | Persepsi Merek Susu Kental | ||||
A | B | C | D | E | |
Rasa | 6 | 7 | 5 | 5 | 7 |
Aroma | 5 | 7 | 6 | 6 | 7 |
Kekentalan | 6 | 6 | 5 | 5 | 6 |
Harga | 7 | 5 | 6 | 5 | 7 |
Tabel seperti ini cocok untuk metoda compositional. Seperti dijelaskan sebelumnya, dalam metoda ini, kita mengukur kesan atas sejumlah merek berdasarkan sekumpulan atribut, biasanya dengan menggunakan teknik pengukuran tertentu, seperti skala numerik ataupun semantic differential scale.
Yang ketiga, objek-objek (disebut juga stimuli) ditempatkan pada kolom, sedangkan pada baris, ditempatkan responden (orang). Misalkan, kita ingin meminta responden untuk memberikan preferensi pada sejumlah objek, seperti ditampilkan pada Tabel 3. Dengan demikian kita memperoleh off-diagonal conditional proximity matrix. Sama seperti pada matrik sebelumnya, pada matrik ini kita tidak bisa membandingkan nilai antar baris, yang bisa hanya data antar kolom.
Tabel 3. Contoh off-diagonal conditional proximity matrix
Responden | Atoz | Avanza | Karimun | Picanto | Spark | Xenia |
1 | 5 | 1 | 4 | 3 | 6 | 2 |
2 | 1 | 5 | 4 | 2 | 3 | 6 |
3 | 2 | 5 | 4 | 3 | 1 | 6 |
4 | 2 | 4 | 3 | 5 | 6 | 1 |
5 | 5 | 2 | 4 | 3 | 6 | 1 |
6 | 1 | 6 | 4 | 2 | 3 | 6 |
7 | 6 | 2 | 1 | 4 | 5 | 3 |
8 | 5 | 1 | 6 | 2 | 4 | 3 |
9 | 6 | 2 | 1 | 5 | 4 | 3 |
10 | 6 | 4 | 5 | 1 | 2 | 3 |
Data preferensi pada Tabel 3 dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Metoda tidak langsung dapat menggunakan model kompensatori dan pair-wise comparison.
- MDS Non-Atribut berbasis Ranking Similarity
- MDS Non-Atribut berbasis Skala Numerik
- MDS dengan Anchor Point Clustering Method
- MDS Similarity berbasis Atribut
- MDS with Comparative-based Preference
- MDS with Attitude-based Preference