Saluran Pemasaran

Keripik Maicih atau yang terkenal juga sebagai ‘Keripik Setan’, adalah salah satu ikon makanan yang saat ini sedang digandrungi di kota Bandung. Usaha ini diawali sang pemilik dengan berjualan kepada teman-teman di SMA dan kampusnya, hingga menemukan cara yang unik yaitu berjualan lewat social media Twitter. Twitter resmi perusahaan @infomaicih, yang hingga kini sudah mencapai ratusan ribu followers, sangat bermanfaat untuk untuk memasarkan keripik Maicih kepada para ‘icihers’, yakni  konsumen-konsumen yang loyal kepada Maicih.      

Pemasaran yang dilakukan Maicih sangat unik. Pertama, soal penyebutan. Pemilik dijuluki ‘presiden’, reseller disebut ‘jendral’, sedangkan kegiatan berjualan secara mobile yang disebut ‘gentayangan’.  Kedua, lokasi penjualan berpindah-pindah dan perpindahan ini diinformasikan melalui Twitter. Tentu teknik berpindah-pindah ini didasarkan pada perhitungan potensi penjualan di suatu tempat. Selain itu, menemukan tempat penjualan itu sendiri sudah menjadi tantangan tersendiri bagi ‘icihers’.

Ketiga, teknik komunikasi melalui internet. Selain murah dan hampir tanpa biaya karena disampaikan melalui twiter, dengan teknik ini, pesan komunikasi bisa langsung disampaikan pada pasar sasaran. Hebatnya lagi, dengan teknik ini, komunikasi tiga arah dapat terjadi, pertama dari produsen ke konsumen, kedua dari konsumen ke produsen dan ketiga dari konsumen ke konsumen.

Keempat, mengumpulkan konsumen dalam satu komunitas virtual berbasis twiter merupakan salah satu cara untuk mempertahankan loyalitas konsumen. Dengan komunitas ini, menjadi ‘iciher’ bukan lagi sekedar pengonsumsi keripik Maicih, akan tetapi juga menjadi identitas bagi sekumpulan orang yang menyukai merek yang sama atau bahkan gaya hidup yang sama.

Kelima, dan ini paling penting, mendesain tingkat kepedasan keripik ke dalam sepuluh tingkatan.  Selain konsumen dapat menemukan keripik dengan tingkat kepedasan yang sesuai, pemeringkatan ini juga menimbulkan tantangan bagi konsumen untuk ‘naik tingkat’ maupun untuk mengalahkan ‘tingkat kepedasan’ teman.

Karena judul modul ini adalah Strategi Distribusi, maka yang layak diperhatikan dari uraian di atas adalah poin kedua, yakni lokasi penjualan berpindah-pindah. Pertanyaan yang langsung menyeruak adalah: kenapa lokasi penjualan harus berpindah-pindah? Kenapa tidak dibuat di satu tempat saja, seperti membuat ‘warung maicih’? Kenapa juga tidak dititip di warung atau rumah makan?

Tentu Maicih mempunyai pertimbangan sendiri. Namun, apabila direnungkan, secara logika keputusan berpindah-pindah itu logis juga. Pertama, perusahaan  dapat mendatangi tempat-tempat keramaian, sehingga penjualan lebih efektif.  Keramaian juga tidak setiap waktu, sehingga kalau sebuah tempat mulai sepi, mobil penjualan dapat mencari tempat ramai lain.

Kedua, dengan mobil penjualan sendiri, keaslian produk dapat dijaga. Bisa saja ada peniru yang juga menggunakan praktek yang sama, lengkap dengan merek dan keripik yang mirip, akan tetapi Maicih asli adalah yang lokasi penjualannya dikomunikasikan lewat Twiter.

Ketiga, nilai yang ditawarkan Maicih bukan hanya produknya, akan tetapi juga nilai tantangan. Dari sisi lokasi penjualan, seperti diuraikan, nilai dimaksud adalah ‘tantangan menemukan’ Maicih.


PENDAHULUAN

Produk dibuat di pabrik. Barang dibeli di toko. Tentu perlu diatur bagaimana agar produk sampai di toko, dengan kualitas yang tidak kurang, jumlahnya tidak kurang dan tidak berlebihan serta tersedia pada saat konsumen dating ke toko. Dalam konsep marketing mix, persoalan ini dijawab melalui konsep ‘place’.  Pada dasarnya, konsep ini diawali oleh pemikiran bahwa konsumen membutuhkan tempat yang tepat (the right place) pada waktu mereka membutuhkan produk (Kotler, 1997). Lebih dari itu, dengan konsep ini perusahaan dapat juga menciptakan keunggulan bersaing (Craven dan Piercy, 2007). Bukan kebetulan apabila amazon.com menggunakan sistem pemesanan online serta pengantaran barang langsung (home delivery) sebagai keunggulan bersaingnya (Kotler dan Keller, 2012).  Dalam cerita yang mengawali modul ini, bukan kebetulan pula Maicih menjual produknya secara berpindah-pindah atau ‘gentayangan’ menurut istilah mereka. Ada logika yang mendasari pemilihan ‘tempat’. Simak cerita tentang roti unyil Venus di bawah ini.

Marketing Insight 8.1

Roti Mungil Pembawa Rezeki Besar

Jangan remehkan roti unyil. Dengan bahan berkualitas tinggi yang diolah  tenaga-tenaga terampil, cemilan ini mampu menopang bisnis keluarga selama 18 tahun.
Berawal dari gagasan untuk memanfaatkan sisa roti ukuran besar yang dibuatnya sendiri, Hendra Saputra justru melahirkan genre (jenis) produk roti baru yang sangat laris. Bayangkan, jajanan yang diberi nama roti unyil itu bisa terjual 40 ribu potong roti dengan berbagai rasa dan isian dalam satu hari saja.
         Berjualan roti adalah pilihan pahit yang harus diambil Hendra setelah terpaksa menutup bisnis pijat refleksinya yang bangkrut pada awal 1990-an. Roti-roti isi coklat, keju, kacang dan lainnya itu dijajakannya dengan berkeliling. Sisa hasil penjualan disimpannya untuk modal usaha lain yang masih diimpikannya.
         “Pak Hendra suka nongkrong di pabrik roti sambil belajar membuat roti. Dia sering heran karena potongan roti sisa dari roti besar-besar itu kok tidak dipakai,” kata Giok, kakak kandung Hendra Saputra yang kini mengelola toko utama roti unyil Venus Bakery di Jalan Tajur, Bogor, Jawa Barat.  Roti sisa itu lalu dicoba-coba untuk dijadikan roti baru yang berukuran mungil dengan bahan isian seperti roti besar.
        Ternyata roti yang dicobanya kepada para tetangga itu disukai. Akhirnya, dengan modal pas-pasan, Hendra memberanikan diri mengontrak toko di Pasar Sukasari, Bogor, yang khusus menjual roti-roti mungil itu. Nama Venus Bakery dipilihnya karena yakin bakal membawa peruntungan bagi bisnisnya. Julukan roti unyil datang dari para pembeli asal Jakarta yang menilai roti mungil itu imut seperti tokoh drama boneka Unyil di TVRI.
        Namun Hendra tidak sembarangan memulai bisnisnya. Pasar Sukasari berada di  pemukiman warga etnis Tionghoa yang terbiasa makan roti. Lokasinya juga persis berada di ujung jalan Siliwangi, jalan protokol yang menghubungkan kota Bogor ke daerah wisata Puncak dan Sukabumi sehingga pasti dilalui para wisatawan.
        Selain itu, di dekat pasar Sukasari ada sejumlah pool bus antar kota, seperti Limas Express dan Bintang Tiga. Pada awal 1990-an, warga Bogor, Sukabumi dan kawasan Puncak lebih memilih naik bus dari pool-nya ketimbang di Terminal Baranangsiang.  Lalu lintas orang dan kendaraan yang ramai itulah yang menjadikan roti unyil dikenal oleh para perantau di Jakarta, Bandung dan kota-kota lainnya.
        Hendra Saputra juga sangat disiplin menjaga kualitas roti unyil buatan pabriknya. Selain bahan baku roti yang bermutu, isiannya cukup banyak. Keju, coklat, jagung krim, pisang, sosis dan bahan lainnya sangat terasa nikmatnya. Mungkin untuk menjaga mutu pula, Hendra tidak pernah memberikan waralaba (franchise) Venus Bakery.
        “Iya, kami tidak punya cabang atau franchise di mana pun. Kalau ada outlet (kios penjualan) di beberapa tempat, mereka itu beli roti yang sudah jadi dengan cara beli putus (tidak bisa dikembalikan),” lanjut Giok. Pesanan para rekanan pedagang itu diantarkan setiap pagi ke lokasi dagang mereka oleh pegawai Venus Bakery.
        Pada awal perjalanan perusahaan roti itu, Hendra Saputra hanya memiliki lima orang pegawai. Penjualan pun belum laris karena produk baru itu belum dikenal pasar. Untung saja, harga bahan baku pembuat roti unyil masih murah, sehingga harga roti bisa ditekan sampai Rp 250 per potong.
Namun ilmu pemasaran gethok tular berupa promosi dari para pembeli akhirnya mengembangkan bisnis roti unyil. “Walaupun kini harganya sudah Rp 1.300/potong, pengunjung tetap membeli juga.  Kalau sedang ramai, kami bisa menjual sampai 40 ribu potong roti dalam sehari,” kata Giok.
        Padahal kalau kita lihat di toko Venus Bakery, suasananya mirip kedai di pasar. Tidak ada istilah antre. Masing-masing konsumen berteriak-teriak di depan etalase  untuk memancing perhatian tiap pelayan, dan langsung memesan begitu si pelayan mengiyakan panggilannya. Siapa cepat, dia dapat. Siapa keras suaranya, dia duluan membeli. “Justru di situ seninya, pak. Roti unyil itu terasa makin nikmat karena kita susah payah membelinya,” kata Anton, warga Jakarta yang sering bolak-balik Bogor-Jakarta untuk membeli camilan kesukaan keluarganya itu. Alamaaak. Sedapnya bisnis laris (Erwin Purba, Miftahulhayat, Forum Keadilan Online, diakses pada 26-06-2012).

Mengaktifasi Konsep Place

Konsep  TEMPAT (PLACE) dalam bauran pemasaran berkenaan dengan proses membuat produk tersedia dalam kualitas, kuantitas, waktu, lokasi, dan display yang tepat sehingga perusahaan memperoleh respon yang diinginkan dari konsumen.  Untuk lebih jelasnya, Kotler (1997) mengatakan bahwa: “The concept of place refers to the process of making product available at the right place, quality, quantity, and time when the customer want to buy it.  Setelah produk selesai diproduksi, persoalan berikutnya adalah bagaimana menyampaikan produk kepada konsumen.

Konsep ‘tempat’ bersifat abstrak.  Konsep yang lebih nyata adalah distribusi.  Bersama dengan suply chain management, distribusi dapat menghasilkan diferensiasi dan keunggulan bersaing (Ferrel et al. 2002).

Distribusi berkaitan dengan proses menggerakkan produk dari produsen ke konsumen.  Konsep ini belum membicarakan bagaimana memajang (display) produk pada rak atau ruang pamer, di mana pembeli menemukannya, khususnya bagi produk-produk yang dijual melalui toko.  Keputusan mengenai display memang pada dasarnya berada di tangan pengecer (retailer).  Namun, produsen dapat berinisiatif membuat memajang  produknya secara kreatif.  Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa konsep place masih relevan.

Keputusan tempat menyangkut tiga aspek. Pertama, saluran pemasaran, yaitu sistem interkoneksi organisasi atau perusahaan, melalui mana produk, sumberdaya, informasi, dana, dan kepemilikan produk bergerak dari produsen ke konsumen (Ferrel et al. 2002). Kedua, distribusi fisik, yang menggerakkan produk ke tempat yang tepat dalam kuantitas yang tepat dan waktu yang tepat, dengan cara yang efisien. Fungsi ini menyangkut transportasi, pergudangan, penanganan material, serta sistem dan peralatan yang diperlukan untuk kegiatan itu (Ferrel et al. 2002).  Ketiga, pemajangan produk (product display): menampilkan produk secara menarik bagi konsumen pada pengecer berupa toko (store-retailing).  Bayangkan kosmetik Mirabella. Produk ini menempati pojok khusus.  Lay-out didesain sedemikian sehingga mendukung citra kecantikan yang diusung produk.

Alasan Menggunakan Perantara

Perantara adalah setiap organisasi independen yang terlibat dalam menyampaikan produk dari produsen ke konsumen.  Perantara bisa terdiri dari agen, distributor, grosir, dan pengecer (supermarket, warung, toko, pengasong, hypermarket, dan lain-lain). Pertanyaannya, mengapa menggunakan perantara?

Kalau dipikir-pikir, produsen sebenarnya kehilangan kesempatan menikmati marjin yang menjadi bagian perantara.  Selain itu, penggunaan perantara otomatis keleluasaan produsen dalam menetapkan harga, dengan dua alasan. Pertama, perantara menginginkan marjin tertentu yang tentunya diperhitungkan pada harga.  Misalnya, harga pabrik sepasang sepatu adalah Rp 50.000.  Toko sepatu menginginkan marjin sebesar Rp 15.000.  Maka, ditetapkanlah harga Rp 65.000.  Padahal, kalau tanpa menggunakan perantara, logikanya produsen masih bisa memainkan harga antara Rp 50.000 sampai Rp 65.000.  Kedua, perantara memiliki harapan akan harga suatu produk.  Berdasarkan pengalama, berdasarkan evaluasi atas kualitas produk, perantara tentunya memiliki pertimbangan akan harga produk. Karena itu, produsen tidak sebebas-bebasnya menentukan harga akhir kalau menggunakan perantara.

Dua ulasan di atas baru sebagian.  Keuntungan lainnya kalau produsen mendistribusikan sendiri produknya adalah:

  • Pengontrolan harga produk di lapangan lebih terjamin. Artinya, produsen dapat menerapkan harga pada semua tempat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
  • Perusahaan lebih mengenal pasarnya karena berhubungan langsung dengan pasar.
  • Perusahaan dapat membina hubungan yang lebih erat dengan pasarnya.
  • Pengujian prototipe produk baru lebih cepat dan terkontrol.

Dengan sejumlah keuntugan di atas, apakah penggunaan perantara yang dilakoni banyak produsen selama ini merupakan sebuah kesalahan? Jangan buru-buru mengatakan ya.  Ada beberapa faktor yang menyebabkan produsen menggunakan perantara.  Pertama, produsen tidak memiliki sumberdaya yang memadai (dana, orang, peralatan, dan keahlian) untuk menyalurkan sendiri produknya.

Kedua, adanya kesenjangan (discrepancy) keragaman pilihan.  Artinya begini: maunya konsumen dalam berbelanja adalah mendatangi satu tempat dan segalanya tersedia. Konsumen lebih menyukai tempat yang lengkap. Karena itulah hypermarket yang menyediakan 30.000 item produk  belakangan lebih ramai dibanding sumpermarket yang menyediakan sekitar 10.000 item produk.

Pada sisi lain jenis produk yang dihasilkan produsen terbatas. Unilever saja, perusahaan raksasa global penghasil produk-produk kebutuhan rumah tangga tidak bisa menyediakan semua yang dibutuhkan konsumen, apalagi perusahaan lokal kecil?

Inilah diskrepansi itu.  Konsumen menginginkan pilihan lengkap, sedangkan produsen memiliki produk terbatas.  Untuk mengatasi kesenjangan itu dibutuhkan perantara yang mengumpulkan produk dari berbagai perantara, lalu menawarkannya kepada konsumen.

Kedua, terdapat diskrepansi kuantitas antara produsen dan konsumen.  Coba pergi ke pabrik Gudang Garam, lalu minta ke bagian pemasaran pabrik sebungkus rokok. Apakah dilayani?  Jelas tidak. Perusahaan itu tentu hanya melayani pembelian dalam jumlah besar.   Jadi, konsumen maunya beli dalam satuan (lot size) kecil, tetapi produsen hanya bersedia melayani pembelian besar.  Karena itu, dibutuhkan perantara yang membeli dalam satuan besar sesuai keinginan produsen, lalu memecahkannya ke dalam satuan-satuan  kecil sesuai keinginan konsumen.  Peran perantara seperti itu dinamakan bulk breaking.

Ketiga, pendistribusian lewat perantara seringkali lebih efisien. Soalnya, sebagai spesialis, para perantara memiliki keahlian, pengalaman, skala operasi yang lebih ekonomis.

Keempat, dengan menggunakan perantara jumlah kontak yang dilakukan produsen. Misalkan dalam pasar terdapat tiga produsen dan lima konsumen.  Apabila perantara tidak ada maka setiap produsen harus bertemu dengan setiap konsumen, sehingga terjadilah 15 kontak.  Dengan menggunakan perantara, ketiga produsen cukup melakukan kontak dengan perantara, lalu konsumen juga cukup mendatangi perantara. Sistem ini menghasilkan 8 kontak, yang berarti lebih efisien 7 kontak dari sistem sebelumnya.  Bayangkan kalau  produsen puluhan ribu dan konsumen jutaan, berapa kontak yang dapat dikurangi? Tentunya amat besar. Jadi, penggunaan perantara memang meningkatkan efisiensi pasar secara signifikan.

Saluran Pemasaran Produk-produk Konsumen

Seperti telah disampaikan, saluran pemasaran adalah sistem organisasi melalui mana produk, sumberdaya, informasi, dana, dan kepemilikan produk bergerak antara produsen dan konsumen.  Sebagai sebuah sistem, saluran pemasaran berisikan organisasi-organisasi independen yang yang dilewati produk dalam penyalurannya dari produsen ke konsumen.   Apabila disusun dari atas (produsen) ke bawah (konsumen), ada beberapa tingkatan organisasi yang terlibat.  Berdasarkan jumlah tingkatan organisasi itu pula saluran pemasaran dapat dikategorisasikan tingkat berapa.  Saluran pemasaran tingkat nol adalah yang tidak menggunakan perantara. Tingkat satu apabila menggunakan hanya satu tingkat perantara, seperti pada Gambar 7.2.  Pada setiap tingkat jumlah organisasi bisa sedikit, bisa banyak pula.

Apakah saluran pemasaran sesederhana itu? Tentu saja tidak. Apa yang ditampilkan pada Gambar 7.2 baru sampai tingkat tiga. Saluran pemasaran bisa saja sampai tingkat empat atau lima.   Jangan pula beranggapan bahwa produsen hanya menggunakan salah satu di antaranya.  Seringkali sebuab perusahaan menggunakan saluran distibusi ganda (multichannel distribution), yaitu kombinasi beberapa saluran sekaligus.  Contohnya,  pendistribusian teh celup Sariwangi diserahkan  produsen (Unilever) ke distributor.  Lalu, selain melalui grosir, distributor juga memiliki jalur langsung dengan outlet-outlet besar (high-level outlet), seperti Giant, Carrefour, Hypermart, Indomart, Alfamart, dan lain-lain (Gambar 7.3).  Perusahaan ini juga melayani pasar bisnis berupa pabrik roti, warung dan restoran yang membeli susu kental manis Bendera untuk diolah kembali menjadi  produk olahan itu dijual ke konsumen akhir.

Umumnya produk-produk kebutuhan rumah tangga (convenience goods), seperti sabun mandi, deterjen, pasta gigi, dan lain-lain, yang keberadaannya harus sedekat mungkin dengan konsumen, menggunakan saluran apa saja yang dapat dipakai untuk menjangkau konsumen.  Karena itu, sangat mungkin produk-produk demikian menggunakan saluran ganda yang kompleks.  Apalagi, dalam penempatannya, produk-produk demikian tidak memerlukan aturan pemajangan (display) khusus.  Ditaruh di mana dan bagaimana pun, produk tetap laku.

Produk-produk eksklusif umumnya menggunakan saluran sederhana.  Misalnya, telepon seluler premium Vertu, yang harganya sampai ratusan juta rupiah, hanya ada di pusat perbelanjaan mewah (seperti Sogo).  Telepon ini juga dipasarkan secara langsung pada kalangan terbatas.  Oleh karena itu, saluran yang digunakan adalah tingkat nol dan tingkat satu.

Saluran Distribusi untuk Pasar Bisnis

Produk industri, yang disebut juga produk bisnis, adalah produk yang dipasarkan untuk pasar industri atau pasar bisnis, yang dibeli untuk diolah kembali menjadi barang jadi atau digunakan dalam kegiatan organisasi (perusahaan).  Pasar bisnis umumnya membeli dalam jumlah besar dan pembelian terjadi secara berulang.  Karena itu, sangat layak apabila produk diantar ke tempat (home delivery service). Pengecer tidak diperlukan untuk produk industri karena pembeli dilayani langsung oleh distributor maupun produsen.

Saluran distribusi pasar bisnis didesain sependek mungkin, paling-paling sampai tingkat 1 atau tingkat 2 (Gambar 7.4). Kalaupun digunakan, distributor juga hanya berperan sebagai pengangkut sebab transaksi biasanya terjadi secara langsung antara produsen dan pembeli.

Peran Perantara

Pada penjelasan sebelumnya telah dikemukakan alasan-alasan menggunakan perantara. Pada bagian ini diuraikan kegiatan apa saja yang dilakukan perantara.  Jangan kita bayangkan bahwa apabila produk diserahkan perantara tidak melakukan apa-apa.  Perantara juga punya kepentingan agar produk yang telah diserahkan kepada mereka dibeli oleh konsumen.  Soalnya, keuntungan perantara berasal dari perputaran produk yang mereka tangani.

Bagi produsen, penyerahan penyaluran produk  juga berarti menyerahkan sebagian nasib pemasaran produk pada perantara.   Namun, perlu diketahui bahwa keaktifan perantara tidak sama. Ada yang terbatas, ada pula yang melakukan semua fungsi.  Perusahaan angkutan PT. Sediana misalnya, hanya melakukan fungsi pengangkutan saja. Sementara supermarket Hero melakukan semua fungsi untuk produk-produk yang menggunakan nama Hero (dinamakan private brand), seperti gula Hero dan beras Hero. Produsen private brand hanya menjalankan fungsi produksi.

Adapun fungsi-fungsi perantara mencakup:

  • Informasi: mengumpulkan dan membagikan hasil-hasil investigasi dan intelijen pasar.
  • Promosi: melakukan penjelasan yang bersifat persuasif maupun informatif tentang produk kepada pembeli. Bayangkan pertama kali anda membeli laptop. Tersedia banyak pilihan merek dengan berbagai jenjang harga.  Pilihan anda tentu tidak dijatuhkan begitu saja. Anda berusaha untuk mengevaluasi setiap merek. Salah satu sumber informasi andalan adalah pramuniaga.  Bahkan, dalam banyak kejadian, pramuniaga merupakan aktor paling berpengaruh pada pengambilan keputusan konsumen.
  • Negosiasi: melakukan tawar-menawar dengan pembeli. Pergilah ke toko elektronika yang harga barang-barangnya tidak tercantum.  Katakanlah anda ingin membeli AC General Electric. Yang melakukan tawar-menawar dengan anda bukan produsen, melainkan pramuniaga atas nama toko.
  • Kontak: menemukan calon pembeli atau perantara lain dan berkomunikasi dengan mereka. Produsen roti, PT. Gandum Sari, berencana memasuki segmen kelas atas.  Rencananya, roti akan ditempatkan pada toko-toko roti yang ada di pusat-pusat perbelanjaan mewah.  Yang mencari dan bernegosiasi dengan toko-toko roti bukan PT. Gandum Sari, melainkan distributornya.
  • Alokasi keuangan: menggunakan sumberdaya keuangan untuk menutupi segala biaya penyaluran. Ada toko elektronika yang menyediakan pembelian oleh konsumen secara kredit.  Toko itu sendiri harus membayar barang secara tunai kepada produsen.  Jadi, pembiayaan kredit ditanggung oleh toko, bukan produsen.
  • Pengambilan resiko: mengambil alih resiko kerusakan, kehilangan, dan klaim konsumen, yang merupakan tanggung jawab produsen.  Konsumen hanya tahu bahwa mereka membeli barang dari perantara.  Pada saat terjadi kegagalan produk, yang didatangi konsumen adalah perantara (toko).  Pihak perantara menanggulangi resiko tersebut, lalu meneruskannya kepada produsen.

MERANCANG SALURAN PEMASARAN

Sebelum mendesain saluran pemasaran, perusahaan perlu mengetahui apa yang dibeli, di mana, kapan dan bagaimana pelanggan sasaran membeli.  Sebagai contoh, teh siap minum dalam botol, jarang disimpan di rumah. Produk ini biasanya dibeli saat makan  atau sedang kehausan (kapan dibeli). Produk ini dibeli di rumah makan, restoran, atau warung pinggir jalan.  Hampir tidak pernah orang membeli teh siap minum (misalnya Sosro) di supermarket lalu disimpan di kulkas … read more

Posted in Marketing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *