Konsep Place dalam Pemasaran Digital

Konsep Place dalam pemasaran digital terdengar aneh karena lingkungan virtual tidak dibatasi oleh batas-batas geografis. Yang relevan dalam pemasaran digital terkait dengan bagaimana konsumen memperoleh produk adalah manajemen logistik. Sebagaimana kita ketahui, manajemen logistik adalah bagian dari suply chain management, yang fungsinya adalah merencanakan, mengimplementasikan, dan penyampaian (delivering) barang, jasa, dan informasi terkait antara titik asal dan titik konsumsi sesuai kebutuhan pelanggan.

Logistic management tidak berlaku untuk produk-produk digital. Internet memungkinkan pengiriman produk-produk digital (seperti aplikasi, lagu, video, buku, gambar dan data) secara on time dari dan ke bagian dunia mana saja.

Sebenarnya, kehadiran internet telah merevolusi bagaimana barang dan jasa disampaikan kepada konsumen. Revolusi tersebut diwakili oleh kata disintermediadiation. Artinya,  internet memungkinkan produsen untuk menghilangkan peran perantara tradisional untuk melakukan fungsi-fungsi menjalin kontak, menginformasikan, mempromosikan, menerima pesanan, melakukan negosiasi dan transaksi, memamerkan (displaying) dan  menampung feedback konsumen tentang produk dan jasa. Fungsi-fungsi tersebut dilakukan melalui ruang virtual yang oleh Chaffey dan Ellis-Chadwick (2016) dinamakan vitual marketplace.

Intermederiaries tradisional kini digantikan oleh virtual intermediaries. Contohnya adalah agen penjualan tiket penerbangan yang mewakili maskapai penerbangan, seperti Traveloka dan Tiket.com. Fenomena tersebut dikatakan sebagai reintermediation oleh Chaffey dan Chadwink (2016).

No.Place of PurchaseContoh Situs
1Situs yang dikelola sendiri (self-controlled)Website perusahaan yang menjual produk, misalnya www.dell.com
2Seller-OrientatedPerantara yang dikendalikan pihak ketiga yang berfungsi sebagai agen atau penjual. Pada bidang jasa kita kenal Tiket.com dan Traveloka yang menjual tiket pesawat. Airy yang menyewakan penginapan. Untuk penjualan produk kita kenal Amazon.com
3NeutralPerantara tidak dikontrol oleh pembeli. Website mempertemukan pembeli dan penjual secara virtual. Contohnya adalah Tokopedia, Bukalapak, Shoope dan lain-lain.
4Buyer-orientedWebsite seperti berorientasi pada kepentingan pembeli. Di Indonesia, situs https://iprice.co.id/ mengkhususkan diri menampilkan informasi toko online yang sedang memberikan diskon. Pengunjung dapat membandingkan promo dari satu toko dengan toko lain.
5Buyer-controlledWebsite digunakan pembeli untuk menampilkan produk atau jasa yang mereka butuhkan, lalu memberikan kesempatan bagi penjual untuk melakukan penawaran.

Pembelian online sangat tergantung pada pencarian informasi di internet yang diwakili oleh kata ‘berselancar’ dari satu website ke website lain. Menurut Evans dan Wuster (1999), kegiatan ‘berselancar’ tersebut tidak terhindarkan, tidak selalu mudah, sering menghabiskan waktu, dengan informasi yang tidak lengkap. Oleh karena itu, keberhasilan memenangkan pilihan konsumen sangat dipengaruhi oleh layanan navigasi yang diberikan perusahaan. Menurut mereka, kualitas navigasi berkontribusi pada keunggulan kompetitif melalui tiga aspek, yaitu:

  • Reach. Konsep ini dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi penjual dan pengunjung (calon pembeli). Dari sisi penjual, reach berarti bagaimana menjangkau sebanyak mungkin pembeli potensial atau pengunjung (visitors). Dari sisi pengunjung,  reach berarti banyaknya produk yang dapat dijangkau atau mereka temukan. Semakin tinggi reach, semakin besar potensi transaksi.
  • Richness, menyangkut banyaknya informasi yang dapat diperoleh pembeli tentang perusahaan atau produk dan banyaknya informasi tentang pembeli yang diperoleh perusahaan.
  • Affiliation, condong pada kepentingan siapa perantara, apakah ke pembeli ataukah ke penjual? Kedua penulis menekankan bahwa kesuksesan bisnis online tergantung pada banyaknya informasi yang diperoleh konsumen tentang produk dibanding produk pesaing. Karena itu, menurut mereka, pebisnis online lebih baik mengutamakan konsumen.

Menurut Evans dan Wuster (1999), toko-toko online bersaing dalam tiga aspek tersebut.

Persaingan Reach

Sebelum kehadiran internet, eceran-eceran modern raksasa seperi Giant, Carrefour, Hypermart, Makro, dan Matahari Superstore, berkembang pesat di Indonesia. Eceran demikian beroperasi dengan prinsip ‘one stop shopping‘ karena menyediakan apa saja yang dibutuhkan pembeli. Setiap unit menyediakan 30.000 sampai 50.000 item barang. Dengan keunggulan tersebut, eceran raksasa menyingkirkan eceran menengah dan kecil.

Internet memungkinkan lebih banyaknya item yang ditemukan pembeli. Tokopedia misalnya. Menurut data tahun 2021, marketplace ini menampung 9.5 juta penjual atau toko. Satu toko bisa menyediakan beberapa sampai ratusan item. Bisa dibayangkan keunggulan reach yang dimiliki oleh marketplace, yang menjadikannya unggul dan menyebabkan menurunkan skala bisnis hipermaket, yang memaksa Giant tutup tahun 2021.  Reach juga menjadi faktor penentu keunggulan dalam persaingan antar pebisnis online.

Persaingan Afiliasi

Siapa yang lebih kuat, produsen (suplier) atau perantara? Dalam pemasaran tradisional, produsen raksasa seperti Unilever, Indofood, dan P&G lebih kuat dari pengecer mana pun. Mereka dapat mengatur eceran tentang rak yang ditempati dan harga yang ditetapkan. Toko online membuat website yang ramai dikunjungi pembeli, yang memaksa produsen memajang produk-produk mereka di toko tersebut sesuai aturan pemilik toko. Dikatakan oleh Evans dan Wuster (1999), mereka berafiliasi dengan konsumen.

Sekarang, siapa yang lebih dominan, pemilik toko online ataukah produsen? Untuk produk-produk teknologi, apalagi yang dilindungi hak paten, toko online masih berafiliasi dengan produsen. Sedangkan untuk produk-produk sederhana, toko online berafiliasi dengan konsumen.

Persaingan Richness

Dengan kehadiran internet, toko online dapat merekam data pembeli, kemudian membuat profiling pembeli. Data ini tidak dimiliki oleh produsen (supplier) dan mereka tergantung pada kesediaan toko online untuk membagikannya. Pada sisi lain, supplier memiliki keunggulan informasi tentang produk dibanding toko online. Seberapa banyak informasi yang dituangkan dalam website tergantung pada kesediaan mereka membagikannya. Banyaknya informasi pembeli produk yang diberikan pada supplier versus banyaknya informasi produk yang diberikan pada toko online untuk dipajang pada website mereka adalah dua kepentingan yang dinegosiasikan supplier dan toko online.

 


REFERENSI

Evan, P., & Wuster, T.S. (1999). Getting real about virtual commerce. Harvard Business Review [Online Business Magazine]. Retrieved from https://hbr.org/1999/11/getting-real-about-virtual-commerce

Chaffey, D., & Ellis-Chadwick, F. (2016). Digital Marketing Strategy, Implementation and Practice. Pearson Education Limited.

Posted in Marketing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *