Masihkah Teori S-O-R Relevan?

Teori S-O-R (stimulus-organism-response) dikembangkan dari teori S-R (stimulis-response). Teori S-R menyatakan bahwa stimuli yang datang dari lingkungan dapat menimbulkan respon berupa perubahan perasaan dan perilaku. Teori ini mudah dipahami, namun kekurangannya, teori ini tidak membuat pertimbangan dari sisi organisma. Teori S-R menganggap bahwa respon adalah reaksi otomatis dalam mekanisme ‘jika-maka’ sederhana: Jika S (stimuli datang dari lingkungan), maka respon Y (perubahan perasaan dan perilaku) akan terjadi. Teori S-O-R melakukan perbaikan dengan mengusulkan bahwa respon tergantung pada keadaan perasaan atau pikiran organisma saat menerima stimulus.

Teori S-O-R awalnya adalah bagian dari psikologi lingkungan (general environmental psychology).  Mehrabian dan Russel (1974) membawanya ke ranah perilaku konsumen dengan pertimbangan bahwa rangsangan adalah anteseden yang mempengaruhi keadaan emosional konsumen (organisme) dan selanjutnya dapat mempengaruhi perilaku atau niat mereka. Lebih terperinci mereka menyatakan bahwa stimuli lingkungan (S) dapat menyebabkan dua jenis respon perilaku, yaitu approach dan avoidance, tergantung pada bagaimana individu mengevaluasi stimuli lingkungan (O), seperti dimodelkan pada Gambar 1.

Mehrabian dan Russel (1974) menyatakan bahwa respon emosional terhadap lingkungan dapat berupa:

  1. Kesenangan (pleasure), yang ditentukan berdasarkan judgment terhadap kebahagiaan, kegembiraan, atau kepuasan terhadap lingkungan.
  2. Gairah (arousal), yang ditentukan berdasarkan judgment tingkat keaktifan atau antusiasme seseorang akibat situasi lingkungan tertentu.
  3. Dominance, yang diukur berdarkan kecenderungan seseorang menonjol dalam situasi lingkungan tertentu.

Menurut Donovan dan Rositer (1982), emosi tersebut dihasilkan interpretasi sadar atau tidak sadar atas lingkungan. Emosi tersebut selanjutnya menghasilkan dua respon, yaitu:

  1. Keinginan untuk tetap tinggal di dalam (approach) atau keluar (avoid) dari lingkungan.
  2. Keinginan berkeliling (melihat-lihat) dan mengekplor lingkungan (approach) atau lewat saja dan cenderung merasa bosan dengan lingkungan (avoidance).

Sebagai catatan, walaupun keduanya dapat diterjemahkan sebagai pendekatan dan penghindaran, untuk mencegah terjadinya bias makna, kita tetap menggunakan bahasa aslinya. Dalam konteks ritel misalnya, terkait dengan atmosfir toko, konsep approach dan avoidance dapat dijabarkan sebagai berikut:

  • Approach. Kita akan mendekati lingkungan yang memberikan rasa gembira (joy), senang (happy), nyaman (comfortable), dan semangat (excited). Misalnya, kita ada di sebuah apotik. ruangannya sejuk, bersih, obat ditata rapi dan pelayan ramah dan tanggap. Kita akan terdorong membeli obat di tempat itu dan mungkin akan kembali lagi di kemudian hari.
  • Avoidance. Kita akan menjauhi lingkungan yang mendatangkan rasa tidak senang, tidak nyaman dan membosankan. Apabila tidak ada kewajiban atau tekanan untuk hadir, kita akan tinggalkan tempat demikian. Contohnya, kita datang ke apotik yang ruangannya kotor, obat-obat berdebu, dan pelayannya tidak ramah dan tanggap. Kemungkinan kita akan membatalkan niat membeli obat di tempat itu dan segera pergi.

Stimulus: Singular atau Plural?

Dalam kerangka S-O-R, sebenarnya rangsangan itu adalah kumpulan berbagai atribut  yang mempengaruhi persepsi konsumen (Mazursky dan Jacoby, 1986), yang akan membangkitkan tindakan individu (organisma) secara sadar atau tidak sadar (Oh et al., 2008). Dalam konteks ritel, atribut mencakup faktor sosial (orang-orang di toko, pelanggan dan karyawan lain), faktor desain (misalnya, kebersihan dan warna tata letak), dan faktor lingkungan (misalnya bau dan suara) (Eroglu et al., 2003).  Jacoby (2002) menyatakan bahwa semua stimuli eksternal, seperti produk, merek, logo, iklan, kemasan, harga, toko, lingkungan toko, word-of-mouth communication, surat kabar, televisi, dan lain-lain, dapat dianggap sebagai stimulus. Stimuli tersebut dianggap sebagai sebuah paket berbagai stimulus yang berinteraksi, bahkan berkompetisi satu sama lain, bukan stimulus tunggal. Dengan demikian, untuk meneliti pengaruh stimulus tunggal (misalnya endorser, iklan, atau harga) terhadap perilaku konsumen, teori S-O-R tidak tepat digunakan.

Masihkah Teori S.O.R Relevan?

Banyak penelitian terbaru yang masih menggunakan teori S-O-R. Sebagian di antaranya menggunakan stimuli sebagai kumpulan dalam konteks lingkungan (misalnya: Bloomer & de Ruyter, 1997; Jeong et al., 2020; Hetharia et al., 2019; Wu & Li, 2017), sebagian hanya menggunakan stimuli tunggal (misalnya: Yu et al., 2021). Pendekatan pertama, tentu masih setia pada esensi teori S-O-R sebagai psikologi lingkungan dengan konsekuensi stimuli sebagai kumpulan (plural). Pendekatan kedua, yang fokus pada dampak stimuli tunggal, telah menyimpang dari esensi tersebut. Sekalipun, secara statistik hasil dapat diperoleh, namun studi yang menggunakan pendekatan kedua tidak dapat diterima secara ilmiah.

Sebenarnya, S-O-R bukan satu-satunya teori yang menjelaskan pengaruh stimuli terhadap perilaku konsumen. Banyak model yang dapat digunakan untuk tujuan yang sama, misalnya Elaboration of Likelihood Model (ELM), Theory of Planned Behavior (TPB), Model of Goal-Directed Behavior (MGB), Technology Acceptance Model, Prototype Willingness Model, Generic Communication Model, Hierarchy of Effect Model, Attitude of Trying Model, Attitude toward Ad Model dan masih banyak lagi.  Teori S-O-R relevan bagi penelitian yang mempelajari dampak psikologi lingkungan pada perilaku (Mehrabian dan Russel, 1974) dan memperlakukan stimuli sebagai kumpulan stimulus yang berinteraksi satu sama lain (Jacoby, 2002).

References

Bloemer, J., & de Ruyter, K. (1997). On the relationship between store image, store satisfaction
and store loyalty.  European Journal of Marketing, 32 (5/6), 499-513.

Donovan, R.J., & Rossiter, J.R. (1982). Store atmosphere: an environmental psychology approach, Journal of Retailing, 58 (1), 34-57.

Eroğlu, S., Machleit, K.A., & Davis, L.M. (2003). Empirical testing of a model of online store atmospherics and shopper responses. Psychology & Marketing, 20, 139-150.

Hetharia, J.A., Surachman, Hussein, A.S., & Puspaningrum, A. (2019). SOR (Stimulus-Organism-Response) model application in observing the influence of impulsive buying on Consumers’ post-purchase regret. International Journal of Scientific & Technology, 8(11), 2019

Jacoby, J. (2002). Stimulus-Organism-Response Reconsidered: An evolutionary step in modeling (consumer) behavior. Journal of Consumer Psychology, 12(1), 51–57. https://doi.org/10.1207/S15327663JCP1201_05

Jeong, Y., Kim, E., & Kim, S.-K. (2020). Understanding active sport tourist behaviors in
small-scale sports events: Stimulus-Organism-Response approach. Sustainability, 12, 8192; doi:10.3390/su12198192

Mazursky, D. & Jacoby, J. (1986). Exploring the development of store images. Journal of Retailing,  62 (2), 145-165.

Mehrabian, A., & Russel, J.A. (1974). An Approach to Environmental Psychology. Cambrige, Mass: MIT Press.

Yu, Z., Klongthong, W.,  Thavorn, J., & Ngamkroeckjoti, C. (2021). Understanding rural Chinese consumers’ behavior: A stimulus–organism–response (S-O-R) perspective on Huawei’s brand loyalty in China. Cogent Business & Management, 8:1, 1880679. DOI: 10.1080/23311975.2021.1880679

Wu, Y.-L., & Li, E.Y. (2018). Marketing mix, customer value, and customer loyalty in social
commerce: A stimulus-organism-response perspective. Internet Research, 28 (1),
74-104, https://doi.org/10.1108/IntR-08-2016-0250

Posted in Uncategorized.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *