Last Updated on December 3, 2024 by Bilson Simamora
Semua keputusan pemasaran dimaksudkan menciptakan superior customer value. Seperti dikatakan Wenstein (2018):
“Superior Customer Value is a state-of-the-art guide to designing, implementing, and evaluating a customer value strategy in service, technology, and information-based organizations.”
Pertanyaannya, apa itu customer value? Kita akan temukan beragam pengertian. Bahkan, istilah yang digunakan juga beragam. Selain value, ada juga customer value, customer-delivered value, dan perceived value. Namun, apapun definisi dan istilah yang digunakan, semua mengarah pada dua poin. Pertama, bertujuan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi konsumen. Kedua, konsumen menjatuhkan pilihan pada alternatif yang memberikan nilai terbaik (superior customer value) bagi dirinya.
Nilai (value) adalah konsep yang sangat populer dalam berbagai bidang ilmu. Dalam bidang ekonomi nilai dikenal sebagai utilitas (utility), yakni kegunaan produk bagi konsumen. Dalam pemasaran nilai dianggap sebagai alasan konsumen membeli produk (reasons to buy).
Perhatian terhadap nilai akhir-akhir ini semakin besar dalam pemasaran. Nilai dianggap menjadi sumber utama keunggulan bersaing saat ini, bahkan menjadi kunci sukses perusahaan untuk bertahan dalam jangka panjang (Khalifa, 2004; Kotler dan Keller, 2012). Perusahaan-perusahaan global saat ini, yang sudah berusia puluhan sampai ratusan tahun, seperti Nestle, Unilever, Coca Cola, Toyota dan lain-lain, dapat menjadi besar dan mampu bertahan dalam waktu yang demikian lama, adalah karena memberikan nilai bagi para pelanggannya. Sebaliknya, merek-merek yang sebelumnya berjaya lalu hilang dari peredaran dapat dipercaya tidak memberikan nilai yang tepat. Atau, sekalipun memberikan nilai, tetapi nilai tersebut lebih kecil dari nilai yang diberikan oleh pesaing.
Perusahaan-perusahaan bukan berbasis pemasaran pun semakin menyadari bahwa kunci keberhasilan mereka adalah memberikan nilai bagi pelanggan.Bahkan Microsoft, sebuah perusahaan pembuat perangkat lunak, percaya bahwa alasan konsumen membeli produknya adalah nilai (customer value).
Pasar bukanlah ruang hampa. Selain oleh perusahaan kita, nilai juga diberikan oleh perusahaan-perusahaan lainnya (Seggie et al., 2007). Sering kali persaingan memperebutkan pelanggan sangat tinggi, seperti digambarkan D’Aveni (1997) sebagai hypercompetition. Artinya, dalam persaingan demikian, perlombaan memberikan nilai paling menarik juga sangat tinggi.
Pada dasarnya persaingan adalah perlombaan memperebutkan pilihan konsumen. Karena pilihan konsumen didasarkan pada nilai (Kotler dan Keller, 2016), maka persaingan dapat juga diterjemahkan sebagai perlombaan memberikan nilai. Oleh karena itu, nilai menjadi kunci keberhasilan pemasaran dan pemasaran strategik harus didasarkan pada nilai.
Apa itu Nilai Pelanggan?
Konsep nilai semakin banyak digunakan saat ini. Defisini pemasaran juga menyangkut nilai. Definisi pemasaran American Marketing Association (AMA) yang dipertegas American Marketing Association (AMA) tahun 2017 menyatakan:
“Marketing is the activity, set of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large.”
Definisi tersebut berisikan dua kelompok kata. Kelompok pertama adalah: “…the activity, set of institutions, and processes”. Ketiga kata atau frase di dalam kelompok ini menyatakan tugas pemasaran, yaitu aktivitas (the activity). Set of instituions adalah berbagai alat, praktek, pendekatan dan mekanisme, yang digunakan dalam pemasaran. Proses (processes) rangkaian aktivitas. Jadi, sebenarnya ketiga kata atau frase tersebut saling terkait dan menyatakan apa esensi pemasaran.
Kelompok kedua berisikan tujuan pemasaran, yaitu menciptakan, mengomunikasikan, mengantarkan, dan mempertukarkan tawaran yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien, mitra dan masyarakat secara luas (… “creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large”). Jadi, tujuan pemasaran adalah menciptakan, mengantarkan dan mempertukarkan nilai dengan konsumen, klien, mitra dan masyarakat luas.
Dari definisi di atas terlihat peran penting ‘nilai’ dalam pemasaran. Permasalahannya adalah: Apa itu nilai? Banyak istilah tentang nilai dalam pemasaran. Sebagian ahli (e.g., Day, 2002; Vargo & Lusch, 2004; 2008) menggunakan istilah ‘nilai’ (value), sebagian menggunakan istilah customer value (Lam et al., 2004; Khalifa, 2004), value for the customer (Woodall, 2003), customer perceived value (Eggert dan Ulaga, 2002), consumer value (Sánchez-Fernández & Iniesta-Bonillo, 2006). Pada Tabel 1 dipaparkan istilah-istilah terkait nilai dan definisinya. Pada tabel tersebut terlihat berbagai istilah tentang nilai dengan pengertian yang berbeda-beda pula.
Menurut Scanchez-Fernandea dan Iniesta-Bonillo (2006), konsep nilai pelanggan yang berbeda-beda tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:
- Nilai sebagai harga rendah (value as low price). Maksudnya, konsumen menganggap produk bernilai bagi mereka hanya kalau harganya rendah atau terjangkau.
- Nilai sebagai apa saja yang diinginkan konsumen pada produk (value as whatever the consumer wants in a product).
- Nilai sebagai apa yang diperoleh konsumen untuk apa yang telah mereka berikan (value as what the consumer gets for what he/she gives).
Get, Give or Get versus Give
Ada berbagai definisi tentang nilai pelanggan (Tabel 1). Semua definisi dapat ditinjau dari dua dimensi pokok, yaitu apa yang diperoleh konsumen (GIVE) dan apa yang dikorbankan konsumen (GIVE). Dari kedua dimensi ini, nilai pelanggan diwakili give saja, get saja dan get versus give, sama seperti tiga kategori nilai usulan Scanchez-Fernandea dan Iniesta-Bonillo (2006).
Tabel 1. Berbagai Definisi Nilai Pelanggan
Penulis | Definisi | Dimensi |
Zeithalm (1988:14) | Perceived value adalah penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap utilitas suatu produk berdasarkan apa yang diterima dan apa yang diberikan | Get vs. give |
Lichtenstein, Netemeyer dan Burton (1990: 54) | “Kami mendefenisikan nilai (value) sebagai rasio antara kualitas terhadap harga” | Get vs. give |
Monroe (1990: 51) | Persepsi pembeli tentang nilai mewakili keseimbangan antara kualitas atau persepsi manfaat produk dibandingkan dengan persepsi pengorbanan | Get vs. give |
Dodds et al. (1991: 308) | Persepsi nilai (perceptions of value) dihasilkan oleh keseimbangan kognitif antara persepsi kualitas dan persepsi pengorbanan | Get vs. give |
Liljander dan Strandvik (1993) | Perceived value sama dengan persepsi manfaat dibagi persepsi harga | Get vs. give |
Gale (1994) | Customer value adalah persepsi kualitas menurut pasar (market-perceived quality) yang di-adjust terhadap harga relatif produk anda | Get vs. give |
Rust dan Oliver (1994) | Value adalah kombinasi antara apa yang diterima dan apa yang dikorbankan | Get vs. give |
Hunt dan Morgan (1995) | Value berkaitan dengan total semua manfaat yang dipersepsikan konsumen akan diperoleh apabila mereka menerima tawaran pasar | Get vs. give |
Butz dan Goodstein (1996) | Customer value adalah ikatan emosional yang dibentuk antara pelanggan dan produsen setelah pelanggan menggunakan produk atau layanan yang diberikan pemasok dan menganggap bahwa produk memberikan nilai tambah | Get |
Fornell, Johnson, Anderson, Cha dan Bryant (1996) | Perceived value adalah persepsi tingkat kualitas relatif terhadap harga yang diberikan | Get vs. give |
Woodruff (1997) | Customer valuea dalah preferensi dan evaluasi konsumen terhadap atribut-atribut produk, kinerja atribut, dan konsekuensi yang muncul dari penggunaan yang mem-fasilitasi (atau menghalangi) pencapaian tujuan dan maksud konsumen dalam situasi penggunaan | Get |
Sinha dan DeSarbo (1998) | Value adalah kualitas yang terjangkau (dapat dibeli) oleh konsumen | Give |
Oliver (1999) | Value adalah fungsi positif dari apa yang diterima dan fungsi negatif dari apa yang dikorbankan | Get vs. give |
Afuah (2002) | Value tergantung pada tingkat mana suatu karakteristik berkontribusi pada utilitas maupun kesenangan pelanggan | Get |
Slater dan Narver (2000) | Customer value tercipta pada saat manfaat bagi pelanggan terkait produk atau layanan melebihi biaya yang dikeluarkan konsumen | Get vs. give |
Kothandaraman dan Wilson (2001) | Nilai adalah relasi antara tawaran pasar dan harga sebuah perusahaan, yang dibandingkan oleh konsumen terhadap tawaran pasar dan harga dari pesaing | Get vs. give |
Chen dan Dubinski (2003) | Perceived customer value adalah persepsi konsumen tentang manfaat bersih yang diperoleh sebagai imbalan bagi biaya yang dicurahkan untuk memperoleh manfaat tersebut | Get |
Vargo dan Lusch (2008) | Value adalah segala sesuatu yang berharga bagi konsumen yang diperoleh dari produk atau layanan saat mereka menggunakannya (value-in-use) | Get |
Van der Haar et al. (2001) | Customer value adalah nilai yang ditawarkan suatu produk pada pelanggan, dengan memperhitungkan seluruh fitur nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) | Get |
Merinci GET dan GIVE
Ada berbagai pendapat tentang terdiri dari apa saja GET dan GIVE ini. Smith dan Colgate (2007) menyatakan GET terdiri dari tiga manfaat, yaitu:
- Nilai fungsional atau instrumental (functional/instrumental value).
- Nilai pengalaman atau hedonik (experiential/hedonic value)
- Nilai simbolik atau ekspresif (symbolic/expressive value).
Nilai fungsional atau utilitarian terkait dengan seberapa baik karakteristik, kegunaan, atau kinerja produk (barang atau layanan) atau seberapa baik produk (barang atau layanan) berfungsi. Seperti dikatakan Woodruff (1997), ada tiga sumber nilai fungsional atau utilitarian, yaitu:
- Ketepatan, keakuratan serta kesesuaian fitur, fungsi, atribut atau karakteristik (seperti estetika, kualitas, kastemisasi atau kreatifitas).
- Kesesuaian kinerja (seperti reliabilitas, kualitas kinerja atau kualitas layanan pendukung).
- Kesesuaian konsekuensi atau hasil (seperti nilai strategis, keefektifan, manfaat operasional dan manfaat lingkungan).
Ketepatan pengiriman barang pada alamat yang dituju dan waktu yang ditentukan, merupakan nilai yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan kurir, seperti JNE, Ninja Express, GoFood dan lain-lain. Keakuratan waktu dan desain merupakan nilai yang diandalkan jam tangan Rolex. Reliabilitas atau keadaan untuk selalu dalam keadaan baik atau jarang rusak, merupakan nilai yang penting bagi mesin foto kopi. Kesesuaian manfaat dengan keinginan merupakan nilai yang sangat penting untuk produk obat-obatan.
Tipe kedua adalah nilai pengalaman atau hedonik. Nilai ini terkait dengan seberapa mampu produk memberikan pengalaman, perasaan dan emosi yang diinginkan konsumen. Berbagai perusahaan, seperti hotel, penerbangan serta eceran, memberikan perhatian khusus pada nilai-nilai indrawi (sensory value), seperti estetika, pencahayaan, pengaturan suasana ruang atau kabin, aroma dan musik. Sebagian besar perusahaan travel maupun pertunjukan (entertainment) mengutamakan nilai emosional, seperti kesenangan, ketenangan, keasyikan, petualangan dan humor. Sebagian perusahaan, seperti perusahaan layanan dan perusahaan yang melayani bisnis (business to business marketing), lebih mengutamakan nilai relasi sosial (social relationship value). Terakhir, beberapa perusahaan atau organisasi, seperti Ancol dan Taman Safari Indonesia serta Museum Rekor Indonesia (MURI), memberikan nilai epistemik (epistemic value), seperti keingintahuan, pengetahuan, hal-hal baru atau fantasi.
Nilai simbolik atau ekspresif berkaitan dengan seberapa besar kecenderungan konsumen mengasosiasikan diri dengan makna psikologis produk. Produk-produk tertentu, seperti barang-barang mewah, memiliki nilai prestis (prestige value) yang dapat mencerminkan ’siapa’ pemilik atau penggunanya (Vigneron dan Johson, 1999).
Kotler dan Amstrong (2016) menyatakan GET adalah total value yang diperoleh produk (product value), layanan (service value), staf perusahaan (personnel value) dan citra (image value).
Merinci GIVE
Smith dan Colgate (2007) menyatakan GIVE sebagai nilai biaya atau pengorbanan (cost/sacrifice value). Kotler dan Amstrong (2016) menyatakan GIVE sebagai biaya total, yang terdiri dari biaya uang (money cost), biaya waktu mencari, menemukan dan membeli produk (time cost), biaya energi mencari, menemukan dan membeli produk (time cost) dan biaya emosi (emotional cost) mencari, menemukan dan membeli produk.
Biaya merupakan ’pengurang’, akan tetapi bisa juga dijadikan sebagai faktor penarik atau selling point apabila biaya atau pengorbanan untuk memperoleh produk lebih rendah dibanding pesaing. Pusat perbelanjaan Carrefour menggunakan pendekatan ini. Perusahaan ini menyatakan: ”Apabila ada harga yang lebih murah, kami berani membayar selisihnya”.
Sumber Nilai Pelanggan
Sampai sejauh ini sudah dijelaskan empat kategori pengertian nilai pelanggan. Kemudian telah dibahas pula bahwa keempat kategori pengertian tersebut didasarkan pada fokus yang berbeda-beda, apakah terhadap GET, GIVE atau GET dan GIVE sekaligus. Terhadap dimensi GET dapat dikaitkan nilai fungsional/utilitarian, hedonik/pengalaman maupun simbolik/ekspresif. Terhadap dimensi GIVE dapat dikaitkan nilai biaya/pengorbanan. Pertanyaan selanjutnya adalah dari mana keempat tipe nilai tersebut diperoleh? … read more
Referensi
American Marketing Association. (2017). Definition of Marketing. Retrieved from https://www.ama.org/the-definition-of-marketing-what-is-marketing/
Chen, Z., & Dubinsky, A.J. (2003) A conceptual model of perceived customer value in e-Commerce: A preliminary investigation. Psychology & Marketing, 20, 323-347.
https://doi.org/10.1002/mar.10076
D’Aveni, R..A. (1997). Waking Up to the New Era of Hypercompetition. The Washington Quarterly, 21(1), 183–195. Retrieved from http://www.twq.com/98winter/daveni.pdf
Eggert, A. & Ulaga, W. (2002). Customer Perceived Value: A Substitute for Satisfaction in Business Markets? Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 17 Iss: 2/3, pg.107 – 118.
Khalifa, A.S. (2004). “Customer value: A review of recent literature and an integrative configuration. Management Decision, 42(5), 645-666.
Kothandaraman, P. and Wilson, D.T. (2001). The future of competition: Value-creating networks. Industrial Marketing Management, 30, 379-389.
https://doi.org/10.1016/S0019-8501(00)00152-8
Kotler, P. & Amstrong, G. (2016). Principles of Marketing. 15-th Edition. Upper Saddle River: Prentice-Hall, Inc.
Lam, S.Y., Shankar, V., Eramilli, M.K., Murthy, B. (2004). Customer value, satisfaction, loyalty, and switching costs: An illustration from a business-to-business service context. Journal of the Academy of Marketing Science, 32(3), 293-311.
https://doi.org/10.1108/08876040010340937Oliver, R.L. (1999). Whence consumer loyalty?. Journal of Marketing, 63, 33-44.
Slater, S., & Narver, J. (2000). The positive effect of a market orientation on business profitability: A balanced replication. Journal of Business Research, 48 (1):69-73. DOI: 10.1016/S0148-2963(98)00077-0
Smith, J.B. & Colgate, M. (2007). Customer value creation: A practical framework. Journal of Marketing Theory and Practice, 15, 7-23. https://doi.org/10.2753/MTP1069-6679150101
Van der Haar, J.W., Ron, G. M. Ke., & Onno, O. (2001). Creating value that cannot be copied. Industrial Marketing Management, 30, 627-636.
Vargo, S. L. & Lusch, R.F. (2004). Evolving to a new dominant logic for marketing. Journal of Marketing, 68(1), 1-17. https://doi.org/10.1509%2Fjmkg.68.1.1.24036
Vargo, S. L. & Lusch, R.F. (2008). Service-Dominant Logic: Continuing the evolution. Journal of the Acadamy of Marketing Science, 36, 1–10. http://dx.doi.org/10.1007/s11747-007-0069-6
Vigneron, F., & Johnson, L.W. (1999) A review and conceptual framework of prestige seeking consumer behavior. Academy of Marketing Science Review, 1, 1-15.
Walter, A., Ritter, T., & Gemunden, H. (2001) Value-creation in buyer-seller relationships: Theoretical considerations and empirical results from a supplier’s perspective. Industrial Marketing Management, 30, 365-377. http://dx.doi.org/10.1016/S0019-8501(01)00156-0
Wenstein, A. (2018). Superior Customer Value Finding and Keeping Customers in the Now Economy. Routledge Francis & Taylor Publisher.
Woodall, T. (2003). Conceptualization ‘value for the customer’: An attributional, structural and dispositional analysis. Academy of Marketing Science Review, 12. Retrieved from www. am review. org/articles/woodall12-2003.pdf.
Woodruff, R. (1997). Customer value: The next source for competitive advantage. Journal of the Academy of Marketing Science, 25 (2), 139–153.