Last Updated on June 18, 2022 by Bilson Simamora
Sampai sejauh ini sudah dijelaskan empat kategori pengertian nilai pelanggan. Kemudian telah dibahas pula bahwa keempat kategori pengertian tersebut didasarkan pada fokus yang berbeda-beda, apakah terhadap GET, GIVE atau GET dan GIVE sekaligus. Terhadap dimensi GET dapat dikaitkan nilai fungsional/utilitarian, hedonik/pengalaman maupun simbolik/ekspresif. Terhadap dimensi GIVE dapat dikaitkan nilai biaya/pengorbanan. Pertanyaan selanjutnya adalah dari mana keempat tipe nilai tersebut diperoleh?
Umumnya para ahli tidak memerinci sumber nilai pelanggan karena seolah-oleh ada kesepakatan di antara mereka bahwa sumber nilai adalah produk atau merek. Ternyata, terdapat lima sumber nilai menurut penelusuran Smith dan Colgate (2007), yakni informasi, produk, interaksi, lingkungan dan transfer kepemilikan.
Informasi dihasilkan melalui iklan, hubungan masyarakat (public relation), dan manajemen merek (seperti kemasan, label dan instruksi). Informasi memungkinkan konsumen mengetahui nilai-nilai fungsional, hedonik, simbolik dan biaya atau pengorbanan, sehingga dapat mengambil keputusan lebih cepat.
Produk secara langsung menghasilkan nilai-nilai fungsional, hedonik, simbolik dan biaya atau pengorbanan, sehingga dapat mengambil keputusan lebih cepat. Karena itu, Vargo dan Lusch (2008) menyatakan produk sebagai wahana pembawa nilai (value vehicle).
Interaksi antara konsumen dengan karyawan perusahaan maupun dengan sistem yang diciptakan perusahaan (misalnya ATM) dapat memberikan nilai-nilai fungsional, hedonik, simbolik dan biaya atau pengorbanan. Sebagai contoh, nilai perkuliahan di Universitas Terbuka dipengaruhi oleh kualitas interaksi antara mahasiswa dengan karyawan secara langsung maupun melalui sistem surat, telepon dan online yang disediakan.
Lingkungan (environment) juga menjadi salah satu sumber nilai. Pengelolaan lingkungan sebagai sumber nilai dapat ditemukan pada eceran, restoran, bank, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Pengaturan lingkungan terkait dengan lingkungan luar (lokasi, tempat parkir dan tampak depan) serta lingkungan dalam, seperti pengaturan musik, pencahayaan, aroma, dekorasi, lay out ruangan dan penyusunan barang (merchandising). Pengaturan ini dilakukan karena lingkungan dapat menghasilkan keempat tipe nilai yang telah dijelaskan.
Terakhir, transfer kepemilikan merupakan sumber bagi keempat tipe nilai yang telah disebutkan. Sumber ini terkait dengan akunting (seperti pembayaran dan penagihan), pengantaran (termasuk pengepakan, penjemputan, pengapalan dan penelusuran atau tracking) dan pengalihan kepemilikan (seperti kontrak, copyright aggrement dan pemberian nama atau merek). Sumber ini dapat memberikan nilai fungsional atau utilitarian, seperti ketepatan waktu pengiriman, nilai hedonik atau pengalaman (seperti kepuasan atas proses pemenuhan perjanjian), nilai ekspresif atau simbolik (seperti perasaan bangga mendapat antaran makanan dari menu McDonald ke rumah) dan nilai biaya atau pengorbanan (seperti ketenangan karena pengiriman barang dapat dipantau).
Tabel 1 meringkas keempat tipe nilai dan kelima sumber nilai yang telah dibahas. Inspirasi yang dapat dipelajari dari kategorisasi ini adalah: sebuah perusahaan perlu menentukan tipe nilai yang dipromosikan beserta sumbernya.
Dalam defenisi pemasaran AMA 2017 yang ditampilkan di depan kita dapat melihat bahwa fungsi dasar pemasaran adalah menciptakan, mengomunikasikan, memberikan dan mempertukaran tawaran yang bernilai bagi pelanggan (creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers). Karena pada dasarnya merupakan ‘cara perusahaan mencapai tujuan pemasarannya (the the company to achieve its marketing objectives), maka strategi pemasaran merupakan cara melakukan fungsi dasar tersebut lebih efektif dan efisien dibanding pesaing. Dengan kata lain, fokus strategi pemasaran adalah nilai pelanggan.
Smith dan Colgate (2007) mencatat bahwa perusahaan-perusahaan kelas dunia, memiliki nilai khusus yang ditawarkan kepada para konsumen, Menurut catatan mereka, Club Med, Nordstorm dan Disney, memberikan nilai pengalaman yang superior, yang didukung oleh daya tanggap (responsiveness) tinggi, kedekatan hubungan dengan konsumen, teknologi pendukung, riset pasar dan fasilitas.
Tercatat juga bahwa The Body Shop, Lexux dan Hallmark, berkompetisi dengan menawarkan nilai simbolik atau ekspresif. Untuk tujuan tersebut, perusahaan-perusahaan tersebut membangun citra merek yang kuat dengan dukungan periklanan, hubungan masyarakat, kualitas produk serta layanan konsumen yang prima.
Tabel 1. Ringkasan Tipe dan Sumber Nilai
TIPE NILAI | ||||
Functional/Instumental Value | Experiential/Hedonic Value | Symbolic/Expresive Value | Cost/Sacrifice Value | |
Informasi | Informasi yang menjelaskan, mendidik dan membantu konsumen untuk mengetahui kinerja dan hasil (outcomes) | Copy dan kreativitas yang dapat memberikan atau meningkatkan pengalaman indrawi, emosional, relasional dan epistemik | Dapat memosisikan produk, membantu konsumen untuk mengidentifikasikan diri dengan produk, membantu mereka untuk menginterpretasi makna yang ada pada produk dan mengasosiasikan diri dengan makna itu | Membantu konsumen untuk mengevaluasi alternatif, membuat keputusan yang lebih terinformasi, cepat dan kurang tekanan, membantu menurunkan harga (misalnya dalam tawaran menawar) karena konsumen mengetahui persaingan |
Produk | Produk secara langsung memberikan fitur, fungsi, dan karakteristik yang menghasilkan kinerja dan hasil (outcomes) | Produk memberikan pengalaman sensoris (misalnya restoran), emosional (misalnya motor besar), relasional (misalnya facebook) dan epistemik (misalnya Taman Impian Jaya Ancol) | Produk membantu konsumen membentuk atau meningkatkan konsep diri (misalnya pewangi tubuh AXE), memberikan nilai personal (misalnya mobil Smart for Two), menawarkan ekspresi diri yang unik (misalnya mobil Smart for Two) dan memberikan makna sosial (misalnya Rolex) | Harga produk dan biaya-biaya tambahan lainnya, seperti biaya operasi, assembly, kemudahan penggunaan, garansi dan layanan purna jual, dapat digunakan untuk menurunkan biaya dan pengobanan |
Interaksi (dengan karyawan dan sistem) | Lama dan frekuensi sales call, interaksi dan ketanggapan layanan dan interaksi dengan sistem (seperti telepon, penagihan atau sistem pendukung pelanggan) memberikan atau meningkatkan kinerja dan hasil yang diinginkan | Atribut-atribut layanan, seperti kesopanan, pertemanan atau empati, menciptakan pengalaman indrawi, emosional, relasional dan epistemik, sebagaimana juga diakibatkan pemulihan layanan, dukungan pelanggan dan sistem-sistem lain | Interaksi staf dan sistem dapat menyebabkan konsumen merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri dan memberikan makna personal bagi pelanggan. Layanan khusus dapat menciptakan status dan prestis. Kebijakan layanan sama untuk semua pelanggan dapat meningkatkan makna sosial budaya | Interaksi dengan personil dan sistem (seperti electronic data interchange) dapat menambah atau menurunkan biaya ekonomi dan psikologis produk, termasuk meningkatkan atau menurunkan investasi personal yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mengonsumsi produk |
Lingkungan (pembelian dan konsumsi) | Furnitur, pencahayaan, layout, dekorasi, pada lingkungan di mana pembelian dan konsumsi dilakukan, dapat meningkatkan nilai fungsional/instumental akibat meningkatnya konerja produk atau hasilnya | Fitur dan atribut lingkungan konsumsi atau pembelian, seperti musik, bau-bauan, pencahayaan dan suhu ruangan dapat menciptakan pengalaman indrawi, emosional dan epistemik pada pelanggan | Di mana produk dibeli atau dikonsumsi dapat memberikan makna personal, sosial atau budaya dan meningkatkan kebanggaan diri konsumen. Misalnya, minum kopi di Starbuck memiliki nilai simbolik lebih tinggi ketimbang minum kopi di kedai kopi biasa | Berpengaruh terhadap biaya ekosomi produk (misalnya popcorn di bioskop), biaya psikologis (seperti parkir di pusat bisnis), investasi personal (seperti seberapa intensif pencarian produk) dan resiko (seperti keamanan pribadi) |
Peralihan kepemilikan | Proses pemenuhan (fulfillment) yang akurat dan tepat waktu (seperti pemenuhan order, penjemputan, pengepakan dan pengantaran) memberikan nilai fungsional/instrumental | Memenuhi janji pengantaran produk dapat meningkatkan pengalaman konsumen, seperti kebanggan memiliki produk | Bagaimana produk diantarkan (seperti dikemas dengan apa, apakah dengan kertas kado) dan oleh siapa (manajer atau orang suruhan) dapat menciptakan nilai simbolis | Dapat ditingkatkan dengan syarat pembayaran, pilihan antaran, kebijakan pengembalian, akurasi penagihan dan sistem penelusuran (tracking) pesanan, askses terhadap personil dari pihak suplier dan prosedur penyelesaian masalah |
Perusahaan-perusahaan seperti Wal-Mart, Dell dan Amazon, menggunakan nilai biaya atau pengorbanan rendah sebagai sumber keunggulan bersaing. Perusahaan yang memasarkan produknya di Indonesia dan melakukan pendekatan demikian adalah: Lion Air, Air Asia, dan Carrefour.
Contoh-contoh di atas memperkuat pernyataan awal bahwa strategi pemasaran dimaksudkan untuk menciptakan keunggulan bersaing melalui nilai pelanggan yang superior. Pertanyaannya, bagaimana kerangka berpikir (framework of thinking) yang menjelaskan keterkaitan tersebut?
Kotler dan Amstrong (2016) mencatat bahwa strategi pemasaran dimulai dari pemikiran tentang nilai apa yang ditawarkan kepada para pelanggan. Pemikiran ini perlu karena menurut Woodruff (1997) serta Smith dan Colgate (2007), nilai pelanggan merupakan sumber keunggulan bersaing (competitive advantage) bagi perusahaan. Sebagaimana diketahui, dalam situasi persaingan yang tinggi, eksistensi perusahaan ditentukan oleh ada-tidaknya keunggulan bersaingnya.
Analisis Nilai Pelanggan: Performance-Importance Matrix
Apa nilai yang sesungguhnya diharapkan konsumen? Dari nilai-nilai yang diharapkan pekanggan tersebut, nilai apa yang sesungguhnya penting? Seberapa baik (buruk) perusahaan kita memberikan nilai-nilai yang diharapkan pelanggan tersebut? Mengapa perusahaan kita buruk (baik) dalam memberikan dimensi-dimensi tertentu nilai pelanggan? Menurut Woodruff (1997), keempat pertanyaan ini penting … read more
REFERENSI
Woodruff, R. (1997). Customer value: The next source for competitive advantage. Journal of the Academy of Marketing Science, 25 (2), 139–153.