Strategi Korporasi

Pendahuluan | Visi dan Misi Korporasi | Penetapan Unit-unit Bisnis Strategis |Alokasi Sumber Daya pada Unit-unit Bisnis Strategis | Mengidentifikasi Kesempatan-kesempatan Bertumbuh

Pendahuluan

Coba perhatikan skema korporasi PT. Anggada Putra Rekso Mulia (APRM) ini, yang membawahi dua divisi, PT. Sinar Sosro (SS) dan PT. Gunung Slamet (GS).  Awalnya, SS dan GS berdiri sendiri-sendiri, lalu muncullah APRM sebagai induk keduanya (bahasa umumnya: holding company).  Nah, holding company ini dalam bahasa manajemen disebut korporasi.  Pertanyaannya, apa saja yang diurusi APRM? Untuk menjawab pertanyaan kita perlu mempelajari perencanaan korporasi strategis. Ada berbagai istilah terkait perencanaan korporasi strategis, seperti perancanaan jangka panjang (long range planning), pemikiran strategis (strategic thinking), perencanaan strategis korporasi (corporate strategic planning), dan strategi korporasi (corporate strategy). Perhatian para ahli pada bidang ini sudah ada sejak lama.

Dalam catatan Hax dan Majluf (1984), Andrew (1980) mengartikan strategi korporasi sebagai pola keputusan dalam sebuah perusahaan dalam menentukan dan menjelaskan sasaran (objectives), tujuan (purpose), atau keinginan (goals), menghasilkan kebijakan-kebijakan atau rencana mendasar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan mendefinisikan batas-batas bisnis (range business) yang ingin diperoleh perusahaan, rancangan organisasi sumber daya manusia dan ekonomi yang dibutuhkan, dan sifat dasar kontribusi ekonomi dan non-ekonomi yang direncanakan bagi pemegang saham, karyawan, pelanggan dan komunitas.

Strategi korporasi memperjelaskan pada bisnis apa perusahaan berkompetisi, terutama dalam kaitan dengan sumberdaya yang diperlukan untuk menciptakan keunggulan bersaing.  Cravens dan Piercy (2006) juga menyatakan  strategi korporasi sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh manajemen puncak dan terdiri dari penentuan cakupan dan tujuan bisnis, sasaran-sasarannya, dan inisiatif-inisiatif serta sumber-sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran.

Kedua pengertian di atas telah memberikan petunjuk tentang keputusan-keputusan apa saja yang dilakukan terkait strategi korporasi  namun, rincian yang lebih detil diberikan oleh  Hax dan Majful (1984). Berdasarkan Hax dan Majful (1984) serta Kotler dan Keller (2016) disimpulkan bahwa komponen strategis dalam korporasi menyangkut: (1) perumusan visi dan misi organisasi, (2) penetapan unit-unit bisnis strategis, (3) alokasi sumberdaya pada setiap SBU dan (4) identifikasi kesempatan-kesempatan bertumbuh.

Pendahuluan | Penetapan Unit-unit Bisnis Strategis |Alokasi Sumber Daya pada Unit-unit Bisnis Strategis | Mengidentifikasi Kesempatan-kesempatan Bertumbuh

Visi dan Misi Korporasi

Visi

Keputusan-keputusan menyangkut visi korporasi mencakup: filosofi korporasi, misi korporasi, identifikasi SBU dan interaksi antar SBU. Menurut Craven dan Piercy (2006), visi korporasi merupakan jawaban atas pertanyaan mendasar: “korporasi apa kita ini? Untuk apa korporasi dibentuk? Mau ke mana korporasi pada masa yang akan dating?” 

Contoh visi PT. Gajah Tunggal:

“To be a Good Corporate Citizen with Solid Financial Standing, Market Leadership in Indonesia and an established Global Reputation as a Manufacturer of Quality Tires.” [PT.Gajah Tunggal Tbk.(n.d.). Company Profile. Retrieved March 02, 2023, from https://www.gt-tires.com/indonesia/corporate.asp?menuid=3&classification=12&subid=36&language=1]

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampak sederhana, namun menurut Hax dan Majful (1984), sesungguhnya yang dirumuskan pada visi  korporasi adalah: (1) pernyataan misi korporasi, (2) identifikasi unit bisnis strategis (strategic business unit, disingkat SBU), termasuk interaksi dan saling berbagi sumberdaya di antara SBU-SBU dan (3) artikulasi filosofi korporasi yang menunjukkan kebijakan dan budaya perusahaan. Sebagai contoh, filosofi Sosro Group adalah: (1) peduli terhadap kualitas, (2) peduli terhadap keamanan, (3) peduli terhadap kesehatan dan (4) ramah lingkungan.  Nestle membuat visi yang sangat singkat tetapi padat: Good Food Good Life.

Misi

Mari kita simak  pernyataan misi berikut ini.

Nestle: At Nestlé, we believe that research can help us make better food so that people live a better life.  Good Food is the primary source of Good Health throughout life. We strive to bring consumers foods that are safe, of high quality and provide optimal nutrition to meet physiological needs. In addition to Nutrition, Health and Wellness, Nestlé products bring consumers the vital ingredients of taste and pleasure.  As consumers continue to make choices regarding foods and beverages they consume, Nestlé helps provide selections for all individual taste and lifestyle preferences.  Research is a key part of our heritage at Nestlé and an essential element of our future. We know there is still much to discover about health, wellness and the role of food in our lives, and we continue to search for answers to bring consumers Good Food for Good Life” (www.research.nestle.com, 7 Oktober 2011).

Menurut Hirota et al. (2010), pernyataan misi adalah suatu alat untuk meng-artikulasi kepercayaan, keyakinan, pandangan dan pendekatan manajemen tentang tujuan, dan tanggung jawab sosial perusahaan. Kotler dan Keller (2016) menyatakan bahwa secara eksplisit pernyataan misi mengekspresikan identitas korporasi, tujuan, dan strategi dasar korporasi, secara singkat, padat dan jelas. Berdasarkan kedua pandangan tersebut, kita dapat menyatakan bahwa pernyataan misi mengandung: identitas korporasi, kepercayaan, keyakinan, pandangan, tujuan, pendekatan (strategi dasar) mencapai tujuan, dan tanggung jawab sosial korporasi.

Pada pernyataan misi Nestle di atas, kita menemukan:

  • Keyakinan: At Nestlé, we believe that research can help us make better food so that people live a better life.  
  • Nilai: Good Food is the primary source of Good Health throughout life.
  • Strategi dasar: We strive to bring consumers foods that are safe, of high quality and provide optimal nutrition to meet physiological needs.
  • Strategi dasar: In addition to Nutrition, Health and Wellness, Nestlé products bring consumers the vital ingredients of taste and pleasure.  
  • Strategi dasar: As consumers continue to make choices regarding foods and beverages they consume, Nestlé helps provide selections for all individual taste and lifestyle preferences.  
  • Pandangan dan tujuan: Research is a key part of our heritage at Nestlé and an essential element of our future. We know there is still much to discover about health, wellness and the role of food in our lives, and we continue to search for answers to bring consumers Good Food for Good Life.”
  • Vision: Suatu gambaran ideal ke arah mana perusahaan bergerak.

Menurut Kotler dan Keller (2012), ada tiga karakteristik misi yang baik. Pertama, jumlah sasaran atau tujuan (goals) yang ingin dicapai terbatas. Sebagai contoh, misi Nestle di atas fokus hanya pada satu tujuan, yaitu kehidupan konsumen yang baik (good life).  Jelas misi Nestle fokus, yang tercermin dalam slogan: Good Food Good Life.

Kedua, misi menunjukkan kebijakan-kebijakan dan nilai-nilai utama perusahaan. Pada contoh di atas, kebijakan Nestle adalah: makanan atau minuman yang diproduksi harus berkualitas, enak, bergizi. Nilai yang dipercaya adalah: konsumen bebas memberikan pilihan dan peranan perusahaan hanya memberikan pilihan (as consumers continue to make choices regarding foods and beverages they consume, Nestlé helps provide selections for all individual taste and lifestyle preferences).  Ketiga, misi perlu mencakup batas-batas persaingan, dalam mana perusahaan beroperasi. Batas-batas dimaksud mencakup:

  • Industri, yakni pada industri mana korporasi beroperasi. Adakalanya korporasi beroperasi pada industri yang spesifik. Misalnya, Nike yang hanya bergerak dalam industri sepatu. Ada yang beroperasi dalam industri yang masih berhubungan, misalnya Indo Food bergerak dalam berbagai ragam industri makanan. Ada pula yang bergerak di berbagai industri, yang antara industri-industri yang dimasuki, ada kemungkinan tidak saling berhubungan. Misalnya, Astra Internasional memasuki industri pertanian, selain otomotif.
  • Jenis-jenis produk atau aplikasi. Dalam misinya yang disingkat menjadi Good Food Good Life, Nestle membatasi diri pada produk-produk makanan. Gajah tunggal membatasi diri hanya pada produksi berbagai jenis ban.
  • Kompetensi, yakni keahlian atau kemampuan khusus yang dimiliki atau yang ingin dikembangkan perusahaan. Misalnya, Sosro Group memiliki keahlian khusus tentang teh, Aqua Danone memiliki keahlian dalam penemuan mata air pegunungan, pengolahan serta penyimpanan air minum dalam kemasan.
  • Segmen pasar. Tipe pasar atau konsumen yang ingin dilayani perusahaan. Sebagai contoh, Kawasaki Indonesia focus pada sepeda motor tipe Dengan demikian, tipe konsumen yang dilayani adalah penyuka sepeda motor sport yang umumnya berusia muda.
  • Jumlah tingkat saluran yang digunakan, mulai dari bahan baku, produk akhir, sampai saluran distribusi, dalam mana korporasi ingin berpartisipasi. Misalnya, Nike Corporation hanya menangani pemasaran dan pen-desain-an sepatunya. Produksi diserahkan pada pabrik-pabrik sepatu di Asia. Contoh lain, Sosro grup terlibat dalam penyediaan bahan baku melalui perkebunan teh sendiri, produksi, sampai distribusi.
  • Geografis, yakni cakupan wilayah, negara atau kumpulan Negara, dalam mana korporasi beroperasi. Nestle adalah perusahaan global. Oleh karena itu, dalam misinya, seharusnya skop global operasinya tercermin.

Latihan 1

PT. GT, sebuah produsen ban, memiliki misi sebagai berikut:

“To be a leading and dependable producer of an optimal range of competitively priced, superior quality tires while also pursuing brand equity and corporate social responsibilities as well as delivering profitability and returns to shareholders and values to stakeholders.”  [PT.Gajah Mada Tbk.(n.d.). Company Profile. Retrieved March 02, 2023, from https://www.gt-tires.com/indonesia/corporate.asp?menuid=3&classification=12&subid=36&language=1]

Pertanyaan: Analisislah  apakah pernyataan misi ini sudah baik. 

Pendahuluan | Visi dan Misi Korporasi | Alokasi Sumber Daya pada Unit-unit Bisnis Strategis | Mengidentifikasi Kesempatan-kesempatan Bertumbuh

Penetapan Unit-unit Bisnis Strategis

Tugas kedua korporasi adalah mengidentifikasi strategic business unit (SBU). Menurut Hax dan Majluf (1984), tugas kedua ini merupakan jawaban atas pertanyaan sederhana sekaligus menantang: “What business are we in?” Kata ‘business’ dalam pertanyaan tersebut secara konseptual disebut strategic business unit (SBU). Jadi, untuk menjawab pertanyaan tersebut, korporasi perlu mengidentifikasi SBU-SBU yang dimilikinya. Menurut Craven dan Piercy (2006), SBU dapat berupa satu produk atau merek, lini produk atau gabungan berbagai produk terkait, yang dapat memenuhi kebutuhan umum pasar (common market needs) atau sekumpulan kebutuhan yang saling terkait, dan manajemen SBU bertanggung jawab untuk sebagian besar atau semua fungsi-fungsi dasar bisnis. Secara lebih terperinci, Kotler dan Keller (2016) memberian tiga karakteristik SBU sebagai berikut:

    • Merupakan bisnis tunggal (single business) atau kumpulan bisnis-bisnis yang berkaitan yang dapat memiliki rencana tersendiri.
    • Mimiliki pesaing sendiri. Sebagai contoh, Avanza adalah merek di bawah pengelolaan Toyota Astra Motor, selain merek-merek yang sudah disebutkan di depan. Tentu merek ini memiliki pesaing berbeda dari Innova, apalagi dari Alphard. Karena itu, dari sisi kriteria ini, Avanza dapat dijadikan sebagai SBU. Namun, apakah pada kenyataannya menjadi SBU atau tidak tergantung pada pertimbangan manajemen TAM sendiri.
    • Memiliki manajemen tersendiri yang bertanggung jawab terhadap perancanaan strategis dan kinerja keuntungan dan yang mengontrol sebagian besar faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan.

       

Pendahuluan | Visi dan Misi Korporasi | Penetapan Unit-unit Bisnis StrategisMengidentifikasi Kesempatan-kesempatan Bertumbuh

Alokasi Sumberdaya pada Unit Bisnis Strategis

Setelah mengidentifikasi SBU-SBU-nya, korporasi tidak cukup hanya sekedar mengetahui berapa SBU-nya dan pada industri apa saja SBU-SBU itu berada. Menurut Hax dan Majluf (1984), ada berbagai kerjasama antar SBU. Pertama, dalam merumuskan visi korporasi, seperti dijelaskan di depan. Kedua, kerjasama untuk memenuhi kebutuhan sebuah segmen pasar atau merencanakan teknologi yang dapat dipakai SBU-SBU.  Ketiga, kerjasama untuk menggunakan fasilitas atau sumberdaya yang dapat digunakan bersama.  Kerjasama ini dapat meningkatkan efisiensi melalui penggunakan fasilitas bersama maupun skala ekonomi (economic of scale) produksi fasilitas yang produknya digunakan bersama oleh SBU-SBU. Keempat, kerjasama dalam bentuk alokasi dana (investasi) di antara SBU-SBU. Istilah sederhananya adalah kerjasama dalam bentuk “subsidi silang” antar korporasi. Kerjasama pertama sampai ketiga dapat dilakukan atas inisiatif SBU-SBU yang terlibat. Yang perlu melibatkan korporasi adalah kerjasama nomor empat karena ini menyangkut uang. Logikanya, SBU yang kaya tidak begitu saja mau memberikan uangnya untuk membangun SBU yang lemah, sehingga perlu campur tangan korporasi untuk mengaturnya. Pembagian sumberdaya di antara SBU-SBU tentu saja tergantung pada pertimbangan korporasi. Namun, para ahli telah mengembangkan berbagai arahan untuk keperluan tersebut. Dua di antara teknik paling terkenal adalah matrik BCG (Boston Consulting Group) dan matrik GE (General Electric), seperti diuraikan berikut ini.

Matrik BCG

Matrik BCG, yang dihasilkan konsultan Boston Consulting Group, menggunakan dua dimensi, yaitu pertumbuhan pasar (market growth) dan pangsa pasar relatif (relative market share). Penjelasan matrik ini dimulai dari contoh berikut. Sebuah korporasi, yakni Prosperity International Group, memiliki delapan SBU, dengan data-data seperti pada Tabel 1.  Pangsa pasar relatif adalah pangsa pasar SBU (kolom 5) dibagi pangsa pasar pesaing paling besar (kolom 6). Penjualan pesaing terbesar ini bisa saja lebih besar dari SBU (lihat Makmur, Bahagia, Pesona, Abadi), bisa pula lebih kecil dari SBU (lihat Aman, Mantap, Adil dan Jaya), bias pula sama (tidak ada dalam contoh). Pangsa pasar relatif dapat juga dicari dengan langsung membandingkan harga SBU dengan pesaing paling besar, namun contoh ini (Tabel 1) sengaja menggunakan data pangsa pasar dengan maksud mengingatkan kembali cara menghitung pangsa pasar (kolom 5 dan kolom 6).

Data yang digunakan untuk membentuk matrik BCG adalah tingkat pertumbuhan pasar (kolom 1) dan pangsa pasar relatif (kolom 7).  Dalam model ini, pertumbuhan pasar ke dalam dua kategori, yaitu 10% ke bawah dan di atas 10%. Pangsa pasar relatif juga dua kategori, yaitu satu kali dan di atas satu kali. Hasilnya disajikan pada Gambar 2.  Besarnya lingkaran menunjukkan besarnya volume penjualan setiap SBU.

Matrik BCG membagi SBU-SBU ke dalam empat golongan, yaitu star (Mantap dan Jaya). cash cow (Aman dan Adil), dog (Bahagia dan Abadi) dan question mark (Pesona dan Makmur). Setiap golongan memperoleh perlakuan yang berbeda-beda. Posisi star dimiliki SBU-SBU yang berada pada pasar yang pertumbuhannya tinggi dan secara relatif memiliki pangsa pasar lebih besar dibanding pesaing terbesarnya. SBU-SBU yang ada pada posisi ini layak memperoleh investasi untuk mempertahankan pertumbuhan dan mempertahankan posisi kepemimpinan (leadership). 

Seringkali keuntungan star rendah, namun yang diharapkan adalah prospek masa depannya. Opsi-opsi strategis yang dapat dipilih untuk SBU-SBU yang berada pada posisi ini adalah: intergrasi (ke depan, ke belakang atau horizontal), penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk dan joint ventures.

Cash cow adalah kategori bagi SBU-SBU yang memiliki pertumbuhan pasar rendah, namun termasuk market leader dengan pangsa pasar relatif lebih dari satu kali pesaing terbesarnya.  Umumnya industry pada kategori ini mature, sehingga tidak diperlukan lagi investasi besar untuk meningkatkan penjualan.  Karena itu pula cash cows merupakan kategori paling profitable, karena dengan posisi sebagai pemimpin pasar, menikmati keuntungan akibat skala ekonomi (economic of scale).  Karena itu, secara teori SBU-SBU yang ada pada kategori ini dapat dipakai untuk membiayai SBU-SBU yang berada pada tiga kategori lainnya. Strategi yang dianjurkan untuk SBU yang berada pada kategori ini adalah mempertahankan posisinya (hold the position) sedapat mungkin.  Opsi-opsi strategis yang tersedia adalah: pengembangan produk dan coencentric diversification.

Andaikan posisi melemah akibat kehilangan pangsa pasar, opsi yang dapat dipilih adalah perampingan demi efisiensi (retrenchment). Kalau terpaksa, penutupan SBU (divestment) juga dapat dilakukan. Question marks adalah kategori dalam BCG bagi SBU-SBU yang ebrada pada pasar yang pertumbuhannya tinggi, namun dengan pangsa pasar yang relatif rendah. SBU-SBU yang ada pada kategori ini menghadapi dua plihan, yakni: invest atau divest.

Keputusan invest dipilih apabila terdapat prospek yang baik, terutama apabila SBU-SBU dimaksud punya prospek untuk masuk kategori stars.  Opsi-opsi strategis yang dapat dipilih untuk strategi invest adalah: penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Semua opsi tersebut termasuk dalam pertumbuhan intensif.

Kategori DOGS dialamatkan bagi SBU-SBU yang memiliki pangsa pasar rendah dan berada pada pasar yang pertumbuhannya rendah.  SBU-SBU demikian memiliki prospek yang suram. Pilihan yang tersedia adalah: (1) direvitalisasi dengan harapan dapat diperbaiki kinerjanya sehingga menjadi cash cows, (2) dipanen (harvest) selama SBU masih memberikan keuntungan dan (3)  dijual (kalau ada yang tertarik membeli).

Pemanenan (harvesting) adalah memanfaatkan sisa-sisa potensi keuntungan yang masih ada dengan investasi kecil atau malah tidak ada sama sekali. Misalnya, restoran berprospek suram tidak langsung ditutup, akan tetapi tetap dipertahankan selama masih ada pelanggan sampai jumlah minimal tertentu.

Latihan 3

Astra Honda Motor (AHM) adalah anak perusahaan Astra Internasional. Andaikan pertumbuhan pasar motor Indonesia tiga tahun ke depan adalah rata-rata 7.5 % tahun, sebagai sebuah SBU, dalam matriks BCG, pada posisi manakah AHM? Petunjuk: Gunakan hasil yang anda peroleh pada Latihan 2.2. Cara menentukan baca pada ulasan di depan.

Matrik General Electric

Sama seperti matrik BCG, matrik General Electric (GE) juga menggunakan dua dimensi, namun dimensi yang digunakan berbeda, yakni kekuatan SBU (strategic business unit strengths, selanjutnya dinyatakan sebagai ‘kekuatan bisnis’) dan daya tarik industri (industry attractiveness).  Kedua dimensi dibagi ke dalam tiga kategori: rendah, sedang dan tinggi. Dengan menggabungkan kedua dimensi diperoleh matrik GE berisikan sembilan sel. Setiap sel berisikan opsi-opsi strategis bagi SBU yang berada di dalamnya.  Oleh karena itu, tugas pertama korporasi adalah melakukan analisis untuk mengetahui pada sel mana masing-masing SBU berada, lalu menerapkan strategi yang disediakan pada sel itu.

Untuk mengetahui posisi dimaksud kita perlu menghitung kekuatan bisnis dan daya tarik setiap SBU. Perhitungan kedua dimensi didasarkan pada berbagai indikator. Contoh perhitungan disajikan pada Tabel 2 untuk kekuatan bisnis dan Tabel 3 untuk daya tarik industri.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada kedua table tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, indikator-indikator kekuatan bisnis maupun daya tarik industri serta bobot masing-masing, dapat berbeda bagi SBU yang berbeda. Pada contoh ini aspek-aspek tersebut disamakan hanya untuk penyedehanaan. Kedua, rating diperoleh dari semantic differential scale dengan interval 1 (rendah) sampai 7 (tinggi). Untuk memahami skala ini pembaca dapat memeriksa buku-buku tentang riset. Ketiga, total kekuatan bisnis maupun daya tarik industri diperoleh dari hasil penjumlahan bobot dikali rating. Sebagai contoh, kekuatan bisnis SBU Aman diperoleh dari perhitungan berikut:

KB Aman=20%x5+20%x4+15%x5+ …+5%x5=4.70


Latihan 4

Hitunglah kekuatan bisnis dan daya tarik industry dengan menggunakan data yang terdapat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Petunjuk: Apabila anda memperoleh angka-angka seperti pada kedua table berarti perhitungan anda sudah benar.


Setelah memperoleh skor kekuatan bisnis untuk masing-masing SBU, persoalan selanjutnya adalah: bagaimana menerjemahkan skor-skor tersebut ke dalam kategori rendah, sedang dan tinggi? Ambil contoh SBU Aman. Dengan skor 4.7, termasuk kategori mana kekuatan bisnis SBU ini, apakah rendah, sedang atau tinggi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita gunakan aturan umum terkait semantic differential scale sebagai berikut. Pertama-tama, dalam skala rating yang digunakan, angka terendah adalah 1 dan tertinggi 7, selisihnya 7-1=6. Bagi tiga angka 6 tersebut didapat interval=2. Dengan demikian, bila skor adalah 1 sampai 3, termasuk rendah. Di atas 3 sampai 5 termasuk sedang dan di atas 5 termasuk tinggi.  Secara matematis penulisannya adalah: 1 ≤X≤3=rendah, 3<X≤5=sedang, dan X>5=tinggi, di mana X adalah skor kekuatan bisnis.

Cara yang sama dilakukan untuk menerjemahkan skor daya tarik industri. Dengan demikian kita dapat memetakan seluruh SBU ke dalam matrik GE, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.   Ukuran lingkaran menyatakan besar-kecilnya penjualan SBU.

Sekarang kita sudah mengetahui posisi masing-masing SBU. Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang dilakukan korporasi pada setiap SBU?  Matrik GE menyediakan jawaban atas pertanyaan tersebut, seperti ditampilkan pada Gambar 4. Terlihat bahwa matrik GE memberikan arahan jelas pada setiap sel. Kita ambil SBU “Aman” sebagai contoh. Pada Gambar 4 diperlihatkan bahwa SBU ini berada pada sel 1, yang ditandai oleh daya tarik industry yang tinggi dan kekuatan bisnis yang tinggi. Strategi yang diberikan matrik GE untuk SBU ini adalah: (1) lakukan investasi maksimum, (2) lakukan diversifikasi, (3) konsolidasikan posisi agar focus dengan sumberdaya yang dimiliki dan (4) keuntungan sebagian diinvestasikan kembali untuk memaksimalkan pangsa pasar. Untuk SBU “Abadi”, arahan strategi yang diberikan matrik GE adalah: (1) lakukan investasi yang benar-benar penting, (2) siap-siap untuk menutup usaha dan (3) alihkan sumberdaya pada segmen-segmen yang lebih menarik.

Gambar 4. Alternatif Strategi berdasarkan Matrik GE


Latihan 5

Periksa arahan strategi bagi keenam SBU lainnya. Petunjuk: Gunakan Gambar 2.3 sebagai titik awal. Kemudian, periksa strategi bagi masing-masing SBU pada Gambar 2.4, sesuai posisi masing-masing SBU pada Gambar 3.


Pendahuluan | Visi dan Misi Korporasi | Penetapan Unit-unit Bisnis Strategis |Alokasi Sumber Daya pada Unit-unit Bisnis Strategis

Mengidentifikasi Kesempatan-kesempatan Bertumbuh

Strategi stabilitas adalah sebuah strategi korporasi yang bercirikan tidak adanya perubahan yang berarti dalam hal-hal yang sedang dikerjakan oleh organisasi pada saat ini.

Sedangkan strategi pembaharuan adalah sebuah strategi korporasi yang didisain untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan organisasi yang menyebabkan kinerjanya menurun. Menurut mereka, ada dua pilihan strategi pembaharuan yaitu strategi pengurangan (retrenchment strategy) yang bersifat jangka pendek dan strategi berbalik arah (turnaround strategy) untuk masalah-masalah kinerja organisasi yang lebih serius.

Strategi bertumbuh adalah sebuah strategi korporasi yang digunakan bila sebuah organisasi ingin bertumbuh baik dengan cara menambah jumlah produk yang ditawarkannya atau memperluas pasar yang dilayaninya, baik melalui bisnis atau bisnis-bisnisnya yang ada sekarang ataupun melalui bisnis atau bisnis-bisnis baru. Dengan gaya bahasa berbeda Kotler dan Keller (2016) menyatakan bahwa  apabila terjadi kesenjangan antara “portofolio penjualan yang diprediksi akan terjadi tanpa upaya pertumbuhan” dan “penjualan yang diinginkan (desired sales)”, korporasi memerlukan pertumbuhan untuk mengatasinya.  Untuk itu, menurut keduanya, sebuah korporasi dapat mengidentifikasi kesempatan-kesempatan bertumbuh melalui: (1) bisnis saat ini (intensive opportunities), (2) bukan bisnis saat ini tetapi masih berkaitan dengan bisnis saat ini (integrative opportunities) dan (3) bisnis yang tidak berhubungan dengan bisnis saat ini (diversification opportunities).

Intensive Growth

Perumusan strategi bertumbuh dengan mengefektifkan kesempatan bisnis saat ini (intensive growth) dapat menggunakan matrik Ansoff (1957).  Matrik ini menggunakan dua dimensi untuk merumuskan strategi, yakni dimensi produk (product) dan pasar (market). Dengan membagi kedua dimensi menjadi: saat ini (existing) dan baru (new), diperoleh empat strategi. Menurut Kotler dan Keller (2016), tiga strategi di antaranya, yakni penetration strategy, market development strategy dan product development strategy, dapat digolongkan sebagai strategi bertumbuh melalui intensive opportunities. Strategi keempat, yakni diversification strategy, merupakan strategi bertumbuh melalui diversification opportunities, sesuai dengan namanya.

Market penetration strategy memasarkan produk saat ini pada pasar saat ini.  Peningkatan produk diharapkan terjadi melalui peningkatan penjualan produk saat ini dan berarti juga peningkatan pembelian konsumen saat ini.  Peningkatan pembelian konsumen saat ini untuk produk saat ini hanya dapat terjadi melalui konsumsi yang lebih banyak (more usage) (misalnya keramas dua kali sehari menjadi keramas setiap hari) dan pangsa pangsa pasar lebih besar.  Untuk memperoleh tujuan tersebut perusahaan dapat melalukan promosi, repositioning, modifikasi produk maupun peningkatan kualitas produk.

Dalam market development strategy penjualan dinaikkan dengan memasarkan produk-produk saat ini pada segmen pasar yang baru. Langkah tersebut dapat dilakukan melalui ekspor, pemasaran ke wilayah serta segmen baru. Langkah terakhir, yakni ‘pemasaran ke segmen baru’, merupakan sebuah bentuk ‘resegmentation’ yang tentunya juga perlu diikuti oleh ‘repositioning’. Misalnya, sebuah sepeda motor yang sebelumnya ditujukan untuk perempuan, dirubah sasarannya menjadi bagi ‘perempuan dan laki-laki’.

Strategi bertumbuh melalui product development strategy dilakukan dengan menawarkan produk baru kepada konsumen saat ini. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pasar dompet (share of wallet) konsumen. Untuk produk-produk yang sering dibeli dan konsumen menginginkan variasi produk-produk yang dibelinya (seperti mi instan) pendekatan ini efektif. Untuk itu perusahaan perlu berinovasi untuk menemukan produk baru.

Diversification Growth

Strategi diversifikasi cocok (make sense) apabila ada kesempatan di luar bisnis saat ini yang digeluguti korporasi.  Sebuah kesempatan yang baik diperoleh apabila industri menarik dan korporasi memiliki sumberdaya yang diperlukan.

Ada beberapa variasi strategi diversifikasi yang dapat dilakukan perusahaan. Pertama adalah coencentric diversification, yakni: apabila dalam memasuki industri baru, korporasi membuat produk baru yang secara teknologi berkaitan dengan produk yang sudah ada atau secara pemasaran bersinergi dengan pemasaran saat ini, sekalipun produk baru tersebut menarik bagi segmen konsumen yang berbeda. Kedua adalah horizontal strategy, yakni strategi diversifikasi di mana produk baru tidak memiliki kaitan teknologi dengan produk saat ini, sekalipun dapat menarik konsumen saat ini. Conglomerate strategy adalah yang ketiga, yakni diversifikasi, di mana korporasi memasuki bisnis baru, yang secara teknologi, produk maupun pasar tidak memiliki keterkaitan dengan bisnis saat ini.

Integrative Growth

Cara lain untuk memperoleh pertumbuhan adalah melalui pertumbuhan integratif (integrative growth), yang dapat dilakukan ke belakang (backward integration), ke depan (forward integration) dan ke samping (horizontal integration). Grup Indofood melakukan forward integration. Selain menghasil produk-produk makanan, grup ini juga memiliki distributor Indomarco dan pengecer Indomart.  Integrasi horisontal adalah mengakuisisi perusahaan-perusahaan sejenis, misalnya Goup MNC mengakuisisi Global TV serta TPI yang sekarang dinamakan MNC TV.

Terkait dengan strategi pertumbuhan korporasi, yang menarik adalah: apakah ketiga strategi dapat dilakukan sekaligus? Kotler dan Keller (2016) menyatakan ketiga strategi tersebut dapat dilakukan sendiri-sendiri maupun kombinasi dua atau tiga strategi sekaligus. Titik berangkatnya adalah kesenjangan penjualan korporasi yang diprediksi dan yang diharapkan.  Pilihan yang tersedia bagi korporasi adalah dengan strategi apa kesenjangan tersebut diatasi paling efektif? Jawabannya tentu bisa merujuk pada satu, dua atau tiga strategi sekaligus.


Referensi

Andrews, Jonlee, & Smith, Daniel C. (1996). In Search of The Marketing Imagination: Factors Affecting the Creativity of Marketing Programs for Mature Products. In Hax, A.C. & Majluf, N.S.  (1984). The Corporate Strategic Planning Process. Interfaces, Vol. 14, No. 1, Strategic Management (Jan. – Feb.), pp. 47-60. Published by: INFORMS, stable URL: http://www.jstor.org/stable/25060519. Accessed: 03/10/2011, 07:21.

Ansoff, H. (1957). Strategies for diversification. Harvard Business Review, 35(5), 13-124.

Craven, D.W. & Piercy, N.F. (2006). Strategic Marketing. 9th Edition. McGraw-Hill/Irwin, New York.

Hax, A.C. & Majluf, N.S.  (1984). The corporate strategic planning process. Interfaces, 14(1),  47-60.

Hirota, S., Kubo, K., Miyajima, M., Hong, P. & Park, Y.W. (2010). Corporate mission, corporate policies and business outcomes: Evidence from Japan. Management Decision,  48(7), 1134-1153. DOI: 10.1108/00251741011068815.

Kotler, P. & Keller, K.L. (2016). Marketing Management. 15th Edition. Prentice-Hall Inc.

Posted in Uncategorized.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *