Last Updated on June 28, 2022 by Bilson Simamora
Public Relation (selanjutnya disingkat dengan PR dan dibaca pi ar) adalah berbagai program untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan (company image) atau produk (product image). PR tidak berurusan dengan transaksi dengan pembeli. Untuk itu, PR perlu melibatkan diri dalam perumusan rencana strategis perusahaan. PR juga perlu memahami konflik antar bagian dalam perusahaan. Yang lebih penting, mengetahui rencana setiap bagian perusahaan. PR turut membentuk arah perusahaan dengan memberikan pandangan tentang masa depan serta opini masyarakat terhadap perusahaan.
Public relation dan pemasaran merupakan dua disiplin ilmuyang berbeda. Berdasarkan definisi American Marketing Association (2007), dapat dikatakan bahwa pemasaran adalah sejumlah aktifitas yang bertujuan untuk menciptakan, mengomunikasikan, memberikan (delivering) nilai bagi pasar sasaran, rekanan, klien, dan masyarakat secara keseluruhan. Sementara menurut International Public Relation Association (n.d.), public relation adalah fungsi manajemen yang bertugas membangun hubungan dan kepentingan antara organisasi dan publiknya berdasarkan penyampaian informasi melalui metode komunikasi yang tepercaya dan etis. Bagi public relation specialist, public relation bukan bagian dari pemasaran, justru pemasaran adalah salah satu fungsi yang mereka jalankan (Turney, 2001). Sebagai jalan tengah, marketing specialist akhirnya menggunakan nama marketing public relation (MPR) (Kotler dan Keller, 2016).
Mengutip Kotler dan Keller (2016), daya tarik MPR didasarkan pada tiga kelebihan metoda komunikasi ini. Pertama, kredibilitasnya yang tinggi. Publikasi tentang perusahaan atau produk terkesan lebih otentik dan terhormat dibanding iklan. Soalnya, pemuatan berita baik tentang perusahaan atau produknya terkesan sebagai inisiatif wartawan media, walaupun untuk pemuatan berita itu, perusahaan mengeluarkan sejumlah biaya. Selain itu, publikasi media menimbulkan kesan bereputasi tinggi karena perusahaan sudah menjadi pembuat berita.
Kedua, kemampuan menembus pertahanan audiens. Apabila merasa tidak penting, orang-orang memiliki mekanisme pertahanan diri terhadap iklan maupun penjualan personal. Caranya adalah menghindar. PR dapat menjangkau orang-orang yang menghindari itu, sebab pesan yang disampaikan dalam bentuk berita, terkesan bukan berita komersial.
Ketiga, adanya unsur dramatisasi. Sebagaimana iklan, perusahaan dapat mendramatisasi kejadian positif terkait perusahaan atau produknya. Pada tahun 1998, saat krisis ekonomi mulai memuncak, para nasabah bank ramai-ramai menarik uangnya. Masih pada saat krisis itu, pada satu titik, nasabah BCA mulai kembali. Walaupun nasabah yang sempat keluar dan balik lagi baru mencapai 2000 orang, namun arus balik ini didramatisir dengan berita:
Ribuan nasabah BCA yang sempat hengkang kembali lagi. Kenyataan ini sekali lagi membuktikan bahwa BCA adalah bank yang sangat terpercaya masyarakat dan tahan banting. Pada waktu bank-bank lain berguguran, BCA mampu bertahan dari terpaan krisis ekonomi yang maha dashyat.
Apakah dengan dramatisasi berita perusahaan melakukan kebohongan publik? Tidak juga. Kata ribuan merupakan konsep yang tidak jelas. Bisa 1000, bisa 5000, bisa 9000, dan seterusnya. Jadi, walaupun baru mencapai angka 2000, penggunaan kata ribuan tidak salah. Namun, penyebutan kata ribuan jauh lebih dramatis dibanding 2000 orang. Terus, kata-kata terpercaya, tahan banting, dan mampu bertahan, adalah konsep yang bersifat kualitatif, yang penilaiannya didasarkan pada standar yang dapat diperdebatkan, tetapi tidak dapat disalahkan.
PROSES PUBLIC RELATION
Karena menyangkut opini publik, proses MPR sebaiknya dimulai dan diakhiri dengan riset. Pihak yang berurusan dengan MPR perlu mengetahui opini sebelum dan setelah MPR dilakukan.
Proses MPR terdiri atas lima kegiatan, yaitu: (1) mengumpulkan fakta, (2) mendefinisikan permasalahan, (3) perencanaan dan program, (4) aksi dan komunikasi, dan (5) evaluasi program PR. Karena pengumpulan fakta dilakukan sebelum dan setelah proses dan sifatnya juga berkesinambungan, kegiatan bukan sebagai tahap untuk menyiapkan tahap berikutnya, melainkan dasar bagi dsetiap tahap. Karena itu, sesungguhnya, proses MPR terdiri empat tahap, seperti dibahas berikut ini.
Mendefinisikan Permasalahan
Seorang praktisi MPR harus mampu mengenal gejala dan penyebabnya. Dalam tahap ini, praktisi MPR perlu melibatkan diri dalam penelitian dan pengumpulan fakta. Selain itu, para praktisi MPR juga perlu memantau terus-menerus pengertian, opini, sikap, dan perilaku publik yang terpengaruh oleh sikap dan perilaku perusahaan. Singkatnya, tahap ini merupakan penerapan fungsi intelijen perusahaan. Pada tahap ini, pertanyaan yang perlu dijawab adalah: “Apa yang terjadi saat ini (what’s happening now).”
Perencanaan dan Program
Pada tahap ini, para praktisi MPR sudah menemukan penyebab timbulnya permasalahan dan sudah siap dengan langkah-langkah pemecahan atau pencegahan. Langkah-langkah itu dirumuskan dalam bentuk rencana dan program, termasuk anggarannya. Sangat penting bagi praktisi PR untuk mendapat dukungan dari pimpinan puncak perusahaan karena besar kemungkinan langkah yang diambil sangat strategis dan melibatkan partisipasi banyak bagian.
Adakalanya pelaksanaan program membutuhkan peranan langsung CEO atau pemegang saham mayoritas. Maka, rencana dan program yang menyangkut sasaran, prosedur, dan strategi yang diarahkan pada setiap khalayak sasaran, perlu disepakati kalangan tersebut. Tahap ini memberi jawaban: “Apa yang perlu kita lakukan dan mengapa (what should we do and why)?”
Aksi dan Komunikasi
Tahap ini menjawab pertanyaan: “Bagaimana kita melakukan rencana serta program yang telah diputuskan dan mengomunikasikannya (how do we do it and say it)?” Idealnya, dilakukan secara terencana. Namun, yang sering terjadi, praktisi PR sering melakukan aksi dan komunikasi tanpa perencanaan terlebih dahulu dan juga tidak didahului pengumpulan fakta dan pendefisian masalah berdasarkan fakta.
Evaluasi Program
Seperti telah disebutkan, proses MPR selalu dimulai dari pengumpulan fakta dan diakhiri pula dengan pengumpulan fakta. Untuk mengetahui apakah proses sudah selesai atau belum, praktisi MPR perlu mengevaluasi langkah-langkah yang telah diambil. Caranya adalah mengevaluasi hasil tindakan MPR yang dilakukan. Bagaimana opini publik saat ini? Bagaimana opini publik sebelumnya? Apakah terjadi perbaikan yang signifikan seperti diharapkan. Tahap ini menjawab pertanyaan: ”How did we do?”
Riset dibutukan untuk mengumpulkan fakta. Berbekal fakta, para praktisi MPR dapat mendefinisikan permasalahan. Apabila dilakukan setelah proses MPR, para praktisi MPR dapat mengetahui hasil kegiatan MPR yang dilakukan.
Ada beberapa pendekatan yang dapat dipilih para praktisi MPR dalam melakukan riset. Pertama, riset informal dengan mewawancara orang-orang berkompeten. Kedua, penelitian data sekunder, yaitu dengan mempelajari data sekunder dari berbagai sumber, seperti skripsi mahasiswa, surat kabar, jurnal ilmiah, berita televisi, dan sebagainya. Ketiga, riset formal yaitu riset yang dilakukan secara terencana dan sistematis. Riset ini menggunakan sampel besar dan representatif. Riset ini dapat dilakukan sendiri atau menggunakan jasa konsultan.
REFERENSI
International Public Relation Association. (n.d.). A new definition of public relations. ipra.org [Official Website]. https://www.ipra.org/member-services/pr-definition/
Kotler, P., & Keller, K.L. (2016). Marketing Management. 15th Edition. Pearson Education.
Turney, M. (1998). Public relations and marketing: The boundaries blurred and the functions blended. On-line Readings in Public Relations by Michael Turney. https://www.nku.edu/~turney/prclass/readings/mkting2.html