Analisis Situasi dan Penentuan Sasaran

vvv
“Hence the saying: If you know the enemy and you know yourself, your victory will not stand in doubt; if you know Heaven and you know Earth, you may make your victory complete.”
vvv

Sunt Tzu – The Art of War

“Siapa anak muda tadi? Panggil dulu dia ke sini, saya ingin bertukar salam, ada yang istimewa padanya”, pinta Kagenori, guru besar perguruan militer Obata kepada murid kesayangannya Shinzo dari pembaringan dekat jendela puri utama perguruan militer Obata.

“Oh, anak muda berpakaian rombeng tadi? Apa istimewanya?” sahut Shinzo datar.

“Memang aku tidak mendengar tadi berbicara denganmu. Tidak juga jelas wajahnya karena aku memandang dari jauh. Tetapi, cara dia masuk gerbang sangat mengesankan. Sebelum masuk, dia berhenti sebentar di mulut gerbang. Dia mengamati keadaan di dalam perguruan. Tata letak bangunan. Ketinggian tanah. Sepertinya dia membayangkan dari mana datangnya serangan jika ada dan ke mana harus meloloskan diri. Kemampuan menilai situasi itulah intinya Shinzo. Dia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki samurai biasa.”

“Apa yang istimewa dalam dirinya?” gumam Shinzo dalam hati sambil berlari ke arah perginya Musashi, “Tetapi mungkin guru bisa melihat yang tidak bisa saya lihat”.

Cara pandang guru dan murid kesayangannya itu berbeda. Sinzho terpaku pada penampilan fisik, sang guru melihat kedalaman jiwa. Kecermatan Musashi menilai situasi, sebuah kelebihan yang berkontribusi bagi kemenangannya dalam setiap pertarungan selama ini, sangat mengesankannya. Sebelum memasuki pintu gerbang perguruan Obata, dia memeriksa bangunan, halaman dan lapangan sekelilingnya untuk memestikan dari mana arahnya serangan kalau dia diserang tiba-tiba dan ke mana harus melarikan diri kalau terpaksa.

Kepandaian membaca situasi juga menjadi kunci kemenangan kerajaan Wu melawan pasukan Cao Cao. Kisah nyata pada zaman tiga kerajaan yang diangkat dalam  film Red Cliff ini memperlihatkan bagaimana Zhuge Liang, ahli strategi kerajaan Wu membaca situasi alam menghadapi jenderal Cao Cao dengan pasukannya yang besar dan bersenjata lengkap. Angin barat daya yang mengarah ke pasukan Wu akan menguntungkannya. Cao Cao tahu itu. Jika ia meluncurkan kapal-kapal terbakar maka pusat pertahanan Wu yang diapit karang terjal akan terbakar habis dan jatuh dengan sendirinya. Yang dia tidak tahu adalah kapan angin berubah arah.

Di sisi lain Zhuge Liang dan jenderal Zhou Yu, yang memiliki kekuatan lebih kecil, pun berpikir sama, yakni menyerang dengan api. Tetapi angin masih mengarah pada posisi mereka. Serangan api justru akan menghanguskan mereka sendiri. Namun, Zhuge Liang tahu, tepat tengah malam, arah angin akan berubah arah. Itulah saat yang tepat bagi pasukan Shu untuk meluncurkan kapal-kapal terbakar ke kerumunan kapal-kapal Cao Cao. Singkat cerita, arah angin berubah seperti perkiraan Zhuge Liang. Pasukan Shu pun langsung menyerbu pasukan Cao Cao bak kawanan belalang menyerbu ladang. Pasukan dan kapal-kapal Cao Cao hangus. Cao Cao menyerah.

Satu kisah lagi sebelum kita berteori. Dalam perang dunia kedua, Mussolini berniat mengulang kejayaan kerajaan Romawi. Ia bermimpi menghidupkan kembali Italia Raya. Wilayah yang diimpikan mencakup Eropa Selatan dan Afrika Utara. Untuk menguasai Afrika Utara ada ganjalan yang harus disingkirkan, yaitu Inggris yang bekedudukan di Mesir. Untuk menyingkirkan Inggris, Italia mengerahkan armada laut dan tentara darat berkekuatan 200.000 orang. Pasukan Italia menembaki Alexandria, Mesir. Namun, apa daya, dengan pasukan 30.000 orang saja, Inggris dapat memukul mundur, bahkan memburu pasukan Italia sampai  ke Libya.

Melihat kekalahan telak Italia ini, Hitler turun tangan. Ia menerjunkan pasukan elit Jerman, lengkap dengan jenderal terbaiknya: Erwin Rommel. Pasukan gabungan Jerman dan Italia yang dikenal dengan Afrika Korps dengan cepat memukul mundur Inggris dari Libya. Kini gantian pasukan Inggris yang diuber sampai perbatasan Mesir.

Mundurnya tentara Inggris sebenarnya adalah sebuah kesengajaan setelah melalui penilaian cermat atas situasi. Jenderal Auchinleck, pemimpin pasukan Inggris, merasa mustahil mengalahkan Jerman di gurun yang luas. Ia menilai El Alamein adalah lokasi tepat untuk bertahan. Tempat ini hanya berjarak 90 km dari Mesir, sehingga jalur suplai dekat bagi pasukan Inggris. Jaraknya yang 1500 km dari Libya merupakan kerugian bagi Afrika Korps  karena jalur suplai menjadi panjang. Untungnya lagi,  El Alamein berada di gurun sempit selebar 60 km. Di utara ada laut Mediteriania. Di selatan ada Qattara Depression berpasir tebal yang lunak. Tank-tank Rommel tidak mungkin melewati cekungan ini. Jadi, Auchinleck tidak perlu khawatir akan serangan sisi (flanking attack) pasukan Jerman dan Italia.

Memang benar tentara gabungan Jerman-Italia dapat ditahan di tempat itu. Afrika Korps menghadapi stalemate, maju kena, mundur kena. Dengan tambahan pasukan, suplai dan senjata, dua bulan kemudian, Afrika Korps dapat dipukul mundur oleh Inggris dan akhirnya disapu bersih dari Afrika Utara.

Inti dari semua cerita ini adalah pentingnya analisis situasi dalam peperangan. Situasi menentukan strategi perang. Karena diibaratkan sebagai peperangan, maka analisis situasi juga sangat diperlukan sebagai bagian dari persiapan untuk merumuskan strategi pemasaran (Pifield, 2007). Ini berangkat dari petuah Sun Tzu di atas: “If you know your self and your enemy, if know heaven and earth” dan anda akan memenangkan perang.