Last Updated on June 21, 2023 by Bilson Simamora
Pengertian Harga
Terdapat berbagai pengertian tentang harga. Namun, semua defenisi memiliki maksud sama yang menyatakan bahwa harga merupakan nilai yang dipertukarkan konsumen untuk suatu manfaat atas pengonsumsian, penggunaan, atau kepemilikan suatu barang dan jasa.
Sebagai nilai, harga tidak selalu berbentuk uang, akan tetapi bisa berbentuk barang, tenaga, waktu, dan keahlian, sepenjang dikorbankan untuk memperoleh suatu barang atau jasa. Untuk memperoleh mesin jahit pak Madrun, misalnya, Juned harus bekerja di sawah pak Madrun selama sebulan penuh. Waktu dan tenaga Juned yang dicurahkan selama sebulan itu merupakan harga juga. Tentu, waktu dan tenaga Juned dapat dihitung dengan nilai uang. Namun, dalam peristiwa pertukaran tersebut uang tidak dilibatkan.
Harga diekspresikan dalam berbagai bentuk. Pengemudi mobil yang salah jalur membayar denda, yang merupakan harga atas kesalahan. Para pengacara mengenakan tarif atas konsultasi hukum yang diberikannya, pesawat CN235 ditukarkan dengan beras ketan. Pengemudi membayar uang tol. Salesman memperoleh komisi atas setiap penjualan yang dihasilkan. Penabung memperoleh bunga atas tabungannya. Pada contoh-contoh di atas, tarif, beras ketan, uang tol, komisi, dan bunga, merupakan harga.
Pentingnya Harga
Pengembangan produk, pendesainan saluran distribusi serta perencanaan program promosi, membutuhkan waktu lama. Sedangkan penetapan harga dapat dilakukan dalam waktu singkat. Misalkan, bila jam 17.35 harga terigu per bal naik 100%, harga roti bisa dinaikkan pada jam 17.36.
Penetapan harga memang dapat dilakukan dengan mudah. Namun, penetapan harga yang tepat bukan persoalan sederhana. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dan banyak pihak berkepentingan. Merujuk pada Kotler dan Keller (2016), penetapan harga adalah keputusan strategik, karena:
- Harga menentukan apakah produk atau merek masuk dalam rentang harga konsumen sesuai daya beli mereka (lihat penjelasan di bawah).
- Harga merupakan komponen yang menghasilkan penerimaan (revenue). Harga dapat menaikkan ataupun menurunkan penerimaan secara langsung (lihat penjelasan di bawah).
- Harga adalah penentu utama frame of reference, yaitu sekumpulan produk atau merek dalam industri dengan mana produk atau merek kita bersaing. Ulasan Anshori (2022, 27 Oktober) ini, yang dimuat dalam sebuah media otomotif, dapat dijadikan contoh.
“Dijelaskan SIS dalam keterangan resminya, kehadiran Avenis 125 tujuannya untuk mengisi celah model di kategori skutik 125 cc Suzuki di Indonesia. Skutik ini hadir dengan gaya sporty dan modern, serta diklaim irit bahan bakar. Suzuki Avenis 125 dijual Rp 29.970.000 on the road DKI Jakarta. Dengan harga hampir Rp 30 juta, banyak yang menyebut Suzuki Avenis 125 overpriced. Wajar saja, sebab banderol skutik 125 cc di Indonesia tak ada yang menyentuh Rp 29 juta. Contoh Honda Vario 125 harganya Rp 22 jutaan-Rp 24 jutaan. Sementara Yamaha Lexi 125 harganya Rp 22 jutaan-Rp 28 jutaan.”
- Harga berhubungan dengan persepsi kualitas dan citra produk (lihat penjelasan di bawah).
- Harga berpengaruh pada transaction utility dan acquisition utility (lihat penjelasan di bawah).
- Harga merupakan komponen positioning yang kuat karena menentukan frame of reference (poin kedua), price affordability (poin kelima), persepsi kualitas dan citra produk (poin keenam).
- Harga dapat menjadi sumber keunggulan bersaing dalam persaingan harga (price competition) (lihat penjelasan di bawah).
Interval dan Preferensi Harga Konsumen
Teori persepsi menyatakan bahwa setiap orang memiliki standar dalam mengevaluasi suatu objek. Konsumen juga demikian. Mereka memiliki standar harga tertinggi (ceiling price) dan terendah (floor price) yang diterima. Di antara kedua batas tersebut adalah rentang harga-harga yang diterima (acceptable price). Pada rentang tersebut, terdapat tingkat harga suatu produk yang paling diinginkan (preference price). Apabila ada di dalam rentang tersebut, harga produk masuk dalam rentang harga yang diterima. Di luar rentang tersebut harga terlalu mahal (plausible high) atau terlalu murah (plausible low).
Sebagai catatan, referensi harga berbeda dari preferensi harga. Referensi harga adalah harga yang diyakini konsumen akan diterapkan atas suatu produk. Preferensi harga adalah seperti dijelaskan di atas.
Contoh 1
Anda berniat memeriksa kesehatan lengkap (total chek up) ke laboratorium. Harga dalam brosur adalah dua setengah juta rupiah. Anda terima harga tersebut dan berangkat ke laboratorium. Dalam cerita ini, harga 2.5 juta itu adalah referensi harga. Ternyata, setelah di laboratorium, anda dapat diskon 20%, sehingga harga aktual (actual price) adalah dua juta rupiah.
Harga dan Penerimaan
Bagi perusahaan, dari seluruh komponen marketing mix, harga merupakan satu-satunya sumber penerimaan. Apabila ingin memperoleh keuntungan, harga tentunya tidak boleh lebih rendah dari biaya produksi dan pemasaran produk.
Pertanyaan: Harga tinggi, yang jauh melampaui biaya produksi rata-rata, tentu memberikan marjin per produk tinggi pula. Namun, apakah demikian dengan sendirinya menghasilkan keuntungan yang tinggi?
Jawab: Lihat tabel di bawah.
Keuntungan merupakan hasil perkalian antara marjin per produk dengan volume produk terjual. Marjin keuntungan (π)=Penerimaan (R) – biaya produk (C). Persamaan ini berlaku untuk perhitungan marjin total. Untuk marjin per produk kita tinggal mengganti simbolnya. Marjin keuntungan produk ke-i (πi) = penerimaan dari produk ke-i (Ri) – biaya produk ke-i (Ci). Produk ke-i maksudnya adalah produk kesekian. Kalau perusahaan memproduksi 1000 produk, maka produk ke-i bisa ke-1, ke-2, ke-213, dan seterusnya. Marjin total (π) dapat pula diperoleh dengan mengalikan marjin per produk (πi) dengan volume produk terjual (Q) atau π = πi x Q.
Bisa saja marjin per produk rendah, tetapi dengan volume penjualan yang tinggi, marjin total tinggi. Idealnya adalah marjin per produk tinggi dengan volume penjualan yang tinggi pula. Namun, dalam situasi bersaing ketat, situasi ideal ini sulit diperoleh. Karena itu, kalau tujuannya adalah untuk mencari keuntungan, perusahaan harus mencari harga optimal, yaitu harga yang menghasilkan permintaan yang memberikan marjin keuntungan tertinggi bagi perusahaan. Pada contoh ini, harga optimal bukan harga terendah.
Pada tabel di atas ditunjukkan bahwa semakin rendah harga, semakin banyak produk terjual. Pertanyaannya, apakah konsumen akan selalu mencari harga terendah? Tidak juga. Harga memiliki dampak psikologis, seperti dijelaskan di bawah.
Harga berpengaruh pada persepsi nilai konsumen
Thaler (1983;1985) menyatakan bahwa terhadap setiap produk yang dipilihnya, konsumen memperkirakan transaction utility, yaitu selisih antara harga yang dibayarkan dan harga referensi (reference price) atau harga seharusnya. Berdasarkan perbandingan itu, konsumen menyimpulkan apakah dia untung (gain) atau rugi (lose) dalam sebuah pembelian. Selain itu, konsumen juga memperhitungkan acquisition utility, yaitu selisih antara keseluruhan nilai yang diperoleh dan harga yang dibayarkan. Dengan penjelasan ini, kita dapat menyatakan:
Dari sisi transaction utility:
- Seorang konsumen yang membayar harga lebih rendah dibanding daftar harga (price list), yang dianggap sebagai harga yang wajar, merasa untung.
- Seorang konsumen yang membayar harga lebih tinggi dari harga pesaing relevan, yang dianggap sebagai patokan, merasa rugi.
- Seorang konsumen yang membayar harga lebih tinggi dari harga yang dibayar konsumen lain untuk produk yang sama, yang dijadikan sebagai patokan, merasa rugi.
Dari sisi acquisition utility:
- Seorang konsumen yang membeli Tas Hermes dengan harga lebih semilyar rupiah, dapat merasa untung apabila mengganggap tas tersebut memberikan nilai lebih dari harga itu bagi dirinya. Misalnya, Syahrini dapat merasa untung sebab dengan menggunakan tas Hermes, dia menjadi pusat perhatian dan diberitakan media massa secara luas. Bagi seorang artis pemberitaan memiliki nilai yang sangat penting.
- Seorang konsumen yang membeli motor seharga 30 juta rupiah, tetapi di-bully teman-temannya karena menganggap motor itu mirip dengan keledai senyum, akan merasa rugi akibat rasa malu yang dialaminya.
- Seorang konsumen yang membeli gergaji listrik seharga 600 ribu rupiah, akan merasa rugi kalau ternyata alat tersebut tidak pernah digunakan, sekalipun kualitasnya bagus.
Contoh 2
Anda berniat memeriksa kesehatan lengkap (total chek up) ke laboratorium. Harga dalam brosur adalah dua setengah juta rupiah. Anda terima harga tersebut dan berangkat ke laboratorium. Dalam cerita ini, harga 2.5 juta itu adalah referensi harga. Ternyata, setelah di laboratorium, anda dapat diskon 20%, sehingga harga aktual (actual price) adalah dua juta rupiah. Berapa acquisition utility?
Jawab: Acquisition utility tidak bisa dihitung berdasarkan informasi yang diberikan. Yang dapat dihitung adalah transaction utility. Berdasarkan pengertian di atas, nilainya adalah Rp 2.500.000 – 2.000.000 = Rp 500.000,-
Harga dan Aspek Psikologi
Harga berpengaruh pada persepsi kualitas dan nilai emosional. Sebenarnya, ada lagi perilaku konsumen terkait harga, tetapi dijelaskan pada sistematika penetapan harga. Yang dijelaskan di sini hanya dampak harga terhadap persepsi kualitas dan nilai psikologis produk.
Dampak Harga pada Persepsi Kualitas
Berbagai penelitian membuktikan bahwa semakin tinggi harga, semakin tinggi pula persepsi kualitas merek. Merek dimaksud bisa berupa merek individu (individual brand). Toyota Avanza yang harganya lebih mahal tentu dianggap lebih berkualitas dibanding Toyota Calya yang harganya lebih murah.
Harga dan Aspek Psikologi
Ada dua aspek psikologi yang berkaitan dengan harga, yaitu citra merek dan status sosial konsumen. Penjelasan ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa semakin murah produk tidak berarti semakin ingin konsumen membelinya.
Harga dan Citra Merek. Harga berdampak pada citra merek (brand image). Semakin tinggi harga, citra merek semakin tinggi. Karena itulah merek-merek premium (seperti Mercedez Benz, BMW, Jaguar) jarang mau menjual produk versi massal, walaupun produsen dapat membuatnya. Citra merek merek-merek itu akan turun apabila memasarkan produk versi murah.
Produsen yang memasarkan produk dengan harga terjangkau pun mengetahui dampak harga pada citra merek keluarga. Karena itu, ada produsen yang membuat model terbatas. Sebagai contoh adalah Hyundai Genesis. Tujuan utama peluncuran mobil ini bukan untuk mencari keuntungan, tetapi mengangkat citra merek Hyundai.
Harga dan Status Sosial Konsumen. Salah satu sumber status sosial adalah kekayaan (whealth). Orang-orang dapat menggunakan aset-asetnya untuk menunjukkan kekayaannya, termasuk melalui produk atau konsumsi. Logikanya adalah: Semakin mahal produk, semakin kaya pemiliknya, semakin tinggi pula kelas sosialnya.
Perilaku konsumen yang berusaha meningkatkan status sosial kita kenal dengan istilah ‘pansos’. Ada pula istilah populer saat ini, yaitu flexing, yang berkenaan seseorang yang melakukan perilaku yang biasanya dilakukan orang kaya, padahal sebenarnya orangnya belum sekaya yang ditunjukkannya. Biasanya, orang melakukan flexing memamerkan produk-produk yang mahal.
Bedakan flexing dengan konsumsi status (consumption status) ya? Konsumsi status adalah perilaku memamerkan penggunaan atau konsumsi produk prestis yang dimiliki (bukan versi palsu, pinjaman atau sewaan), yang dimaksudkan meningkatkan status sosialnya. Harga mahal dapat menaikkan prestis dimaksud.
Citra Merek dan Status Sosial. Citra merek merek sebenarnya memiliki keterkaitan. Semakin tinggi citra merek (semakin eksklusif), nilai prestisnya semakin tinggi, sehingga status sosial pemakainya juga semakin tinggi.
Harga dan Persaingan
Harga merupakan faktor yang berperan besar menentukan ‘frame of reference‘, yaitu sekumpulan merek dengan siapa merek kita bersaing. Misalnya, apabila Hyundai membuat SUV besar dengan penggerak roda belakang dengan harga antara 500 sampai 700 juta, maka frame of reference mobil itu adalah Fortuner, Pajero, Isuzu MU-X, dan X-Terra.
Harga juga bisa digunakan sebagai keunggulan bersaing. Ketika dulu masuk pada pasar teh dalam botol siap minum, dengan botol lebih besar (400 ml), Tekita menyamakan harga dengan Sosro (220 ml). “Botol lebih besar, harga sama”, itulah ‘mantra’ yang diusung Tekita kala itu.
Harga akhir Tekita per unit memang sama dengan Sosro. Tetapi, apabila dihitung per mililiter, harga Tekita lebih murah. Dengan harga rata-rata Rp 2000, maka harga Tekita adalah Rp 5 per ml, sedangkan Sosro adalah Rp 9,09 per ml. Jelas Tekita lebih murah Rp 4,09 per ml. Strategi harga lebih murah ini merupakan salah satu faktor yang membuat Tekita berhasil memasuki pasar yang sudah dikuasai sangat kuat oleh Sosro.
Apabila harga dipakai sebagai senjata pemasaran, maka perusahaan yang menggunakannya melakukan persaingan persaingan harga (price competition). Untuk urusan obat nyamuk Hit menggunakan pendekatan ini. Coba saja perhatikan, untuk produk-produk yang setara, harga Hit selalu lebih rendah dari Baygon sang pemimpin pasar. Baygon sendiri tidak menggunakan harga sebagai daya tarik mereknya. Perusahaan yang memiliki reputasi merek lebih rendah sering menggunakan pendekatan ini. Namun, apabila merek tidak menjadi pertimbangan penting, perusahaan-perusahaan yang bersaing, sering ramai-ramai terlibat dalam persaingan harga, seperti terjadi antar operator telepon seluler belakangan ini. Dalam situasi demikian, yang diuntungkan adalah konsumen.
Apakah harga selalu menjadi kunci keberhasilan persaingan? Apabila konsumen dapat digiring untuk lebih mempedulikan kualitas, fitur, layanan, promosi, kemasan, dan daya tarik bukan harga lainnya, jawabnya adalah tidak. Apabila menggunakan aspek-aspek tersebut dalam persaingan, maka perusahaan terlibat dalam persaingan bukan harga (non-price competition). Dalam industri susu kental manis misalnya, susu Bendera mampu menguasai pasar walaupun memiliki harga paling mahal di antara produk-produk sejenis. Rupanya, sebagian besar konsumen susu kental manis lebih mengedepankan faktor-faktor bukan harga dalam menentukan pilihan.
Sistematika Penetapan Harga
Dalam ekonomi mikro, harga sering digambarkan dalam persamaan: P = 80 + aQ, di mana P=harga, a=koefisien, dan Q=volume permintaan. Dalam persamaan tersebut harga ditetapkan berdasarkan tingkat permintaan. Tidak diperlukan proses yang rumit dalam menetapkan harga. Apakah sesederhana itu? … more
Referensi
Anshori, L. (2022, 27 Oktober). Harga Suzuki Avenis 125 di India Rp 16 Jutaan, Masuk Indonesia Jadi Mepet Rp 30 Juta. Detik.com [Surat Kabar Online]. Diakses 25 Mei 2023 melalui https://oto.detik.com/motor/d-6371713/harga-suzuki-avenis-125-di-india-rp-16-jutaan-masuk-indonesia-jadi-mepet-rp-30-juta
Kotler, P., & Keller, K.L. (2016). Marketing Management. 15th Edition. Boston: Pearson