Last Updated on March 14, 2025 by Bilson Simamora
Loyalitas konsumen adalah adalah kecenderungan konsumen untuk terus membeli produk atau layanan dari bisnis atau merek yang sama secara berulang. Loyalitas dapat terjadi dengan atau tanpa komitmen. Loyalitas sejati (true loyalty) dibentuk oleh komitmen, sedangkan loyalitas `berbasis kebiasaan (habitual loyal) terjadi tanpa komitmen (Aaker, 1991). Loyalitas sejati adalahkecenderungan konsumen untuk terus membeli produk atau layanan dari bisnis atau merek yang sama secara berulang dan dan kemauan untuk mempertahankannya, meskipun ada alasan untuk beralih (Oliver, 1999). Komitmen adalah kemauan untuk mempertahankan hubungan dengan sesuatu (misalnya merek, perusahaan dan lain-lain) atau seseorang (misalnya pacar, istri, teman dan lain-lain).
Komitmen yang sangat kuat dibentuk oleh keterikatan emosional dengan objek komitmen. Dalam hubungan dengan merek, Aaker (1991) menggambarkan keterikatakan emosional tersebut sebagai aspek sikap komitmen, seperti menyukai merek (liking the brand) sebagai teman, membela merek atas tuduhan negatif dan menjelaskan merek kepada calon pembeli lain (brand advocation) dan merekomendasikan merek kepada calon pembeli lain (recommendation). Fournier (1998) menggambarkannya sebagai hubungan cinta. Fournier (1998) mengatakan bahwa pelanggan setia sejati hanya memiliki satu merek yang mereka loyali. Dia melihat kesetiaan sebagai dedikasi dan pengabdian untuk menjaga hubungan.
Dalam pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making), manfaat hubungan dimaksud dinyatakan dalam ekspektasi nilai, yang dicerminkan oleh tingkat kepuasan pembuat keputusan terhadap alternatif yang dipilih (Zhang dan Fitsimmons 1999).
Sebagian besar peneliti memperlakukan loyalitas konsumen sebagai konsep multidimensi. Ada tiga dimensi yang mencerminkannya, yaitu loyalitas sikap (attitudinal loyalty) dan loyalitas perilaku (behavioral loyalty) (Dick dan Basu, 1994; Oliver, 1999), serta perilaku beralih (switching behavior) (Oliver, 1999).
Loyalitas sikap ditandai dengan sikap relatif terhadap merek, perusahaan, atau toko. Pembelian berulang adalah indikator loyalitas perilaku terhadap suatu merek atau toko.
Pembelian berulang sebagai indikator loyalitas merek harus digunakan dengan hati-hati karena tidak menggambarkan komitmen terhadap merek. Pembelian berulang juga bisa jadi hanya cerminan dari kebiasaan (Aaker, 1991) atau loyalitas palsu (Dick dan Basu, 1994).
Loyalitas juga mengandung alasan psikologis lebih dalam tentang mengapa seseorang akan terus membeli kembali produk dari satu merek. Loyalitas melibatkan kesukaan terhadap suatu merek (Aaker, 1991; Oliver, 1999). Konsumen berpegang teguh pada merek karena mereka mempersonifikasikannya sebagai teman (Aaker, 1991) atau kenalan untuk dicintai (Fournier, 1998). Oleh karena itu, loyalitas sikap merupakan indikator loyalitas merek terbaik karena mempengaruhi komitmen terhadap merek yang berakitbat pada loyalitas perilaku (Evanschitzky et al., 2006).
Your may want to read:
Referensi
Aaker, D.A. (1991), Managing Brand Equity. New York: The Free Press.
Dick, A.S., Basu, K.K. (1994), Customer loyalty: Toward an integrated conceptual framework. Journal of the Academy of Marketing Science, 22, 99-113.
Fournier, S. (1998), Consumers and their brands: Developing relationship theory in consumer research. Journal of Consumer Research, 24(4), 343-373.
Oliver, R.L. (1999), Whence consumer loyalty? Journal of Marketing, 63, 33-44.
Zhang, S., Fitzsimons, G.J. (1999), Choice-process satisfaction: The influence of attribute alignability and option limitation. Organizational Behavior and Human Decision Process, 77(3), 192-214.