Last Updated on February 8, 2023 by Bilson Simamora
Keputusan yang berkualitas adalah keputusan yang tepat. Pertanyaannya, apa keputusan tepat? Keren dan de Bruin (2003) mencatat bahwa dua pendekatan menilai kualitas keputusan, yitu pendekatan proses dan hasil.
Dalam pendekatan proses, pengukuran kualitas keputusan berhubungan dengan bagaimana pengambil keputusan mengelola proses pengambilan keputusan. Pandangan ini berpendapat bahwa keputusan yang tepat memiliki peluang tertinggi untuk mencapai tujuan pembuat keputusan. Akibatnya, proses yang baik harus menghasilkan hasil yang baik (Keren dan de Bruin, 2003).
Tidak ada jaminan bahwa proses yang baik akan menghasilkan hasil yang baik, dan proses yang buruk akan berakhir dengan hasil yang merugikan. Kenyataannya, proses yang baik dapat menghasilkan konsekuensi yang buruk, dan proses yang buruk dapat berakhir dengan hasil yang sangat baik (Keren dan de Bruin, 2003). Selain itu, proses pengambilan keputusan juga dapat mengandung langkah-langkah bawah sadar yang dapat keluar dari pertimbangan pembuat keputusan atau hakim (Willman-Livarinen, 2017).
Pendekatan Proses
Logikanya, ada standar proses pengambilan keputusan dengan mana proses yang kita lakukan dilakukan. Semakin mendekati standar, keputusan kita semakin baik. Demikian juga sebaliknya. Sayangnya, standar proses pengambilan keputusan tidak ada. Karena itu, para ahli menggunakan dua pendekatan, yaitu justifiability dan confidence.
Decision Justifiability
Justifiability adalah kemampuan pembuat keputusan untuk membenarkan pilihan mereka (Heitmann et al., 2007). Aspek ini menyangkut evaluasi faktor-faktor pro dan kontra keputusan,seperti biaya, dan manfaat keputusan, dan faktor pendukung dan penghambat (Westaby, 2005). Kalau keputusan dapat dijustifikasi berarti terdapat alasan, bukti, logika, atau argumen untuk mendukung keputusan atau pilihan (Heitmann et al., 2007; Westaby, 2005). Alasan dan bukti yang cukup memastikan ketepatan keputusan atau pilihan tersebut. Justifiably juga diperlukan untuk memastikan bahwa proses pengambilan keputusan telah melalui proses yang memuaskan. Jika tidak, keputusan tersebut tidak dapat dibenarkan dan akan diikuti dengan penyesalan (Reb dan Connolly, 2007).
Justifikasi tidak dimaksudkan untuk memastikan bahwa keputusan tersebut adalah yang terbaik, tetapi yang paling memuaskan (Tyburski, 2017). Konsep ini mengatakan bahwa keputusan dijustifikasi sesuai dengan konteks keputusan. Misalnya, mendaftar di universitas kelas dua untuk siswa dengan sumber daya intelektual dan biaya terbatas dapat dibenarkan dan tidak ditanggapi perlu dengan penyesalan.
Reb dan Connolly (2007) menyatakan bahwa orang lain dapat membuat justifikasi, atau seseorang dapat membuat justifikasi pada argumen orang lain. Justifikasi menyangkut apakah keputusan tersebut memenuhi standar orang lain yang signifikan untuk membenarkan keputusan dan apakah standar tersebut sama dengan standar internal.
Pemenuhan standar sosial menciptakan legitimasi keputusan ketika keputusan tersebut masuk akal bagi pembuat keputusan dan pemangku kepentingan lainnya (Kleindorfer, 2008). Selain itu, legitimasi orang lain yang signifikan (orang penting) bisa pengaruh besar terhadap justifikasi keputusan, terutama dalam masyarakat yang lebih kolektif.
Decision Confidence
Keyakinan keputusan (decision confidence) adalah persepsi keakuratan keputusan menurut pembuat keputusan (Heitmann et al., 2007; Chernev et al., 2015). Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pengambilan keputusan adalah proses memilih alternatif yang paling disukai dari beberapa pilihan yang tersedia (Pennington & Hastie, 1993). Yang dimaksud dengan akurasi adalah persepsi seberapa dekat opsi yang dipilih dengan opsi ideal (Zha, Li, & Yan, 2013). Keputusan yang tidak akurat ditandai oleh perasaan ragu atau cemas pembuat keputusan apakah keputusannya baik ataukah buruk.
Keyakinan keputusan ditentukan tingkat kemudahan membandingkan opsi yang tersedia (Pennington & Hastie, 1993), ketersediaan informasi (Heitmann et al., 2007; Lee & Dry, 2010; Phillips et al., 2016; Di Cagno & Grieco, 2019), sumber informasi dan self-efficacy dalam pemrosesan informasi (Zha, Li, & Yan, 2013), dan self-efficacy pengambilan keputusan (Reed, Mikels, & Löckenhoff, 2012). Ketika informasi tidak lengkap dan tidak akurat (Lee & Dry, 2010) atau berlebihan (Heitmann et al., 2007), pengambil keputusan cenderung kurang percaya diri dengan keputusannya. Overconfident terjadi ketika pembuat keputusan memiliki keyakinan kuat bahwa mereka telah membuat keputusan yang akurat, yang sebenarnya tidak akurat (Phillips et al., 2016). Ketika merasa yakin dengan keputusannya, orang cenderung lebih puas dengan keputusannya (Wang & Sukhla, 2013) dan terbebas dari emosi negatif, seperti penyesalan dan kecemasan (Heitmann et al., 2007; Zeelenberg et al., 2008).
Pendekatan Hasil
Dalam pendekatan hasil, kualitas keputusan ditunjukkan oleh seberapa puas pembuat keputusan tentang keputusan mereka (Tyburski, 2017). Pendekatan ini cocok untuk menjelaskan pengambilan keputusan individu. Pada prinsipnya pilihan yang paling memuaskan adalah yang paling tepat sesuai dengan situasi, bukan pilihan terbaik untuk menghasilkan hasil keputusan (Keren and de Bruin, 2003; Tyburski, 2017).
Zhang dan Fitsimons (1999) menyatakan bahwa kepuasan keputusan adalah perasaan yang dihasilkan oleh perbandingan fitur-fitur opsi keputusan. Hasil perbandingan lebih akurat apabila fitur-fitur keputusan mudah dibandingkan. Ambiguitas atau informasi yang berlebihan akan menciptakan kebingungan dan menurunkan kepuasan keputusan (Wang dan Sukhla, 2013).
Kepuasan keputusan terdiri dari kepuasan terhadap proses dan pilihan (Karimia, Holland, Papamichaild, 2018). Kepuasan pilihan adalah kepuasan pembuat keputusan yang bersumber berasal dari membuat pilihan sukses secara subyektif atau seberapa puas pembuat keputusan terhadap opsi yangmereka pilih (Zhang dan Fitsimmons, 1999). Kepuasan pilihan lebih dapat diandalkan ketika keputusan kompleks, sulit menentukan keputusan yang tepat, atau situasinya tidak pasti (Sainfort dan Booske, 2000). Kepuasan proses adalah seberapa puas para pembuat keputusan terhadap proses yang mereka buat (Zhang dan Fitsommons). Keyakinan keputusan, yang dijelaskan di atas, kongruen dengan kepuasan proses.
Referensi
- Chernev, A., Bockenholt, U., & Goodman, J. (2015). Choice overload: A conceptual review and meta-analysis. Journal of Consumer Psychology, 25(2), 333–358.
- Di Cagno, D, & Grieco, D. (2019). Measuring and disentangling ambiguity and confidence in the lab. Games, 10(1), 1-22.
- Heitmann, M., Lehman, D.R., and Herman, A. (2007), Choice goal attainment and decision and consumption satisfaction. Journal of Marketing Research, 44, 234–250. Retrieved from http://php.scripts.psu.edu/users/j/x/jxb14/JMR/JMR2007-2-234.pdf.
- Karimi, S., Holland, C. P., and Papamichail, K. N. (2018), The impact of consumer archetypes on online purchase decision-making processes and outcomes: A behavioural process perspective. Journal of Business Research, 91(C), 71-82. DOI: 10.1016/j.jbusres.2018.05.038.
- Keren, G., and Bruin, W.B., de (2003), On the assessment of decision quality: Considerations regarding utility, conflict and accountability. In Harman, D., and Macchi, L. (2017), Thinking: Psychological Perspectives on Reasoning, Judgment and Decision Making (p. 347-363). Hoboken, NJ: John Wiley and Sons.
- Kleindorfer, P.R. (2008). Reflections on decision making under uncertainty. INSEAD Working Paper, No. 2008/73/TOM/ISIC.
- Lee, M.D., & Dry, M.J. (2010). Decision making and confidence given uncertain advice. Cognitive Science A Multidisplinary Science, 30(6), 1081-1095.
- Pennington, N., & Hastie, R. (1993). The story model for juror decision making. In R. Hastie (Ed.), Cambridge series on judgment and decision making. Inside the juror: The psychology of juror decision making (p. 192–221). Cambridge University Press.
- Phillips, W. J., Fletcher, J. M., Marks, A. D. G., & Hine, D. W. (2016). Thinking styles and decision making: A meta-analysis. Psychological Bulletin, 142(3), 260–290.
- Reb, J., & Connoly, T. (2007). Possession, feelings of ownership, and the endowment effect. (2007). Judgment and Decision Making, 2(2), 107-114.
- Reed, A. E., Mikels, J. A., & Löckenhoff, C. E. (2012). Choosing with confidence: Self-efficacy and preferences for choice. Judgment and Decision Making, 7(2), 173–180.
- Sainfort F, Booske BC. Measuring Post-decision Satisfaction. Medical Decision Making. 2000;20(1):51-61. doi:10.1177/0272989X0002000107
- Tyburski, E. (2017). Psychological determinants of decision making. In Nermend, K., & Łatuszynska, M. (Eds.). Neuroeconomic and behavioral aspects of decision making (p. 19-34). Springer Proceedings in Business and Economics. Cham, Switzerland: Springer.
- Zeelenberg, M., Nelissen, R. M. A., Breugelmans, S. M., & Pieters, R. (2008). On emotion specificity in decision making: Why feeling is for doing. Judgment and Decision Making, 3(1), 18–27.
- Zha, X.J., Li, J., & Yan, Y.L. (2013). Information self-efficacy and information channels: Decision quality and online shopping satisfaction. Online Information Review, 37(6), 872-890
- Wang, Q., & Sukhla, P. (2013). Linking sources of consumer confusion to decision satisfaction: The role of choice goals. Marketing & Psychology, 30(4), 295-304
- Westaby, J.D. (2005). Behavioral reasoning theory: Identifying new linkages underlying behaviors and intention. Organizational Behavior and Human Decision Process, 98, 97–120.
- Willman-Iivarinen, H. (2017), The future of consumer decision making. European Journal of Futures Research, 5(14), 1-12. https://doi.org/10.1007/s40309-017-0125-5.