Keputusan versus Pilihan

Ada skripsi berjudul seperti ini: “Pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian Silver Queen.” Judul ini salah karena pemakaian konsep ‘keputusan’ untuk pembelian Silver Queen tidak tepat. Simak penjelasan berikut ini.

Para ilmuwan telah mempelajari keputusan tersebut sejak lama. Hampshire dan Hart (1958) mendefinisikan keputusan sebagai suatu kepastian setelah memilih satu opsi dari beberapa opsi. Untuk perilaku sukarela dan disengaja, pengambilan keputusan perlu melalui momen keputusan yang diwakili oleh dua pertanyaan: Apakah saya melakukannya atau mana yang harus saya pilih? Setelah membuat keputusan, individu dapat menghilangkan ketidakpastian tentang apa yang ingin dilakukannya. Pada saat ini individu dapat menyatakan bahwa ia berniat melakukan sesuatu sesuai dengan keputusannya tetapi belum tentu ia melakukannya. Namun, niat itu tidak otomatis berlanjut ke eksekusi.

Bahkan setelah tahap keputusan, individu dapat kembali memasuki fase ketidakpastian. Ia juga dapat kembali ke fase bimbang setelah membatalkan keputusan sebelumnya (Hampshire dan Hart, 1958). Referensi yang lebih terkini (misalnya, Alvino & Franco, 2017; Bruch & Feinberg, 2017; Tyburski, 2017) mengakui proses ini. Mereka menambahkan atribut lain yang menandai proses pengambilan keputusan, yaitu adanya trade-off antara keuntungan dan kerugian yang dirasakan dari setiap opsi.

Berdasarkan argumen di atas, penulis mengidentifikasi tiga atribut keputusan. Pertama, sebelum mengambil keputusan, para pembuat keputusan membuat evaluasi yang cukup besar tentang perlu atau tidaknya memutuskan. Kedua, pertimbangan berkaitan dengan pro dan kontra dari setiap pilihan. Ketiga, atribut pertama dan kedua terjadi pada saat ketidakpastian. Singkatnya, konsep keputusan ideal untuk perilaku keterlibatan tinggi menurut konsep Zaichkowski (1985).

Untuk keputusan keterlibatan rendah (low involvement decision), produk dibeli secara spontan atau dengan sedikit pertimbangan dan konsumen tidak melakukan proses pengambilan keputusan yang digambarkan sebelumnya. Mereka sampai pada pilihan tanpa berpikir. Sebagai contoh, sebagai jajanan biasa, pembelian coklat Silverqueen umumnya bersifat impulsif, di mana konsumen terstimulasi sensasi. Pertimbangan pro dan kontra perilaku itu berada pada level minimum. Tidak ada juga pertimbangan trade-off  signifikan antara ‘membeli’ versus ‘tidak membeli’ atau membeli Silverqueen versus merek lain. Oleh karena itu, penggunaan konsep keputusan dalam situasi seperti ini tidak relevan.

Contoh lainnya begini. Anda berada dalam posisi untuk memilih salah satu dari beberapa kandidat pekerja. Jika kandidat ditentukan berdasarkan perasaan atau suka dan tidak suka, maka Anda yang menentukan pilihan (choice). Namun, jika pilihan dibuat berdasarkan kebutuhan perusahaan dan kemampuan calon pekerja, barulah Anda mengambil keputusan (decision).

Pilihan terkait dengan nilai, keyakinan, dan niat, sedangkan keputusan terkait dengan prediksi kinerja dan konsekuensi. Memilih lebih mudah daripada memutuskan. Pengambilan keputusan bersifat impulsif (Verma et al. 2017). Keputusan membutuhkan energi dalam membuatnya, dihadapkan pada resiko salah penentuan, dan membutuhkan tekad untuk mewujudkannya (Hopson et al., 2021). Changing Minds (n.d.) menambahkan bahwa keputusan bersifat prediktif, seperti memutuskan untuk pergi bekerja dengan mobil daripada sepeda motor karena diprediksi hari akan hujan.

Akibatnya, judul yang diberitakan di awal juga salah. Yang lebih tepat adalah “Pengaruh bauran pemasaran terhadap pilihan Silverqueen.” Keputusan dan pilihan hanya mengenal dua tingkatan, memutuskan (decision) dan tidak memutuskan (indecision) dan memilih atau tidak memilih. Keputusan untuk ‘menikah’ atau ‘ tidak menikah,’ misalnya, adalah memilih satu pilihan di antara keduanya.

Seseorang tidak dapat mengukur keputusan dan pilihan menggunakan skala ordinal atau interval, seperti skala terinci, Likert, kontinu, numerik, dan diferensial semantik. Seseorang hanya dapat menggunakan pertanyaan yang menghasilkan data nominal, seperti di bawah ini.

Pertanyaan: “Apakah anda memutuskan membeli rumah tahun depan?”

Model jawaban yang tepat: a. Ya  b. Tidak

Model jawaban ini tidak tepat:  a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju

Penutup

Para akademisi perlu membedakan keputusan (decision) dan pilihan (choice). Walaupun sama-sama menjelaskan tindakan memilih opsi terbaik dari antara opsi-opsi yang tersedia, kedua konsep memiliki pengertian dan penerapan yang berbeda. Konsep keputusan tepat digunakan untuk proses rasional dan pilihan untuk pembelian spontan (impulse buying).

Referensi

Alvino, L., & Franco, M. (2017). The decision-making process between rationality and emotions. International Journal of Scientific Research and Management. https://doi.org/10.18535/ijsrm/v5i9.18

Bruch, E., & Feinberg, F. (2017). Decision-Making Processes in Social Contexts. Annual Review of Sociology, 43(1), 207–227. https://doi.org/10.1146/annurev-soc-060116-053622

Hampshire, S., & Hart, H. L. A. (1958). Decison, intention, and certainty. Mind, 67(265), 1–12. https://doi.org/10.1093/mind/LXVII.265.

Hobson, Z., Yesberg, J.A., Bradford, B., & Jackson, J. (2021). Artificial fairness? Trust in algorithmic police decision-making. Journal of Experimental Criminology. https://doi.org/10.1007/s11292-021-09484-9

Tyburski, E. (2017). Psychological determinants of decision making. In Neuroeconomic and Behavioral Aspects of Decision Making. Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-319-62938-4_2

Verma, A., Badgaiyan, A., & Dixit, M. (2017). If brands are people, then people are impulsive—assessing the connection between brand personality and impulsive buying behaviour. Journal of Brand Management, 24(3), 622–638.  DOI: 10.1057/s41262-017-0060-6

Zaichkowski, J. L. (1985). Measuring the involvement construct. Journal of Consumer Research, 12(3), 341–352. http://www.jstor.org/stable/254378