Iri Hati (Social Envy)

Ilustrasi iri hati atas keberhasilan orang lain. Diambil dari Baker, A. (2020). 5 Telltale Signs That You’re the Target of Envy. Psychology Today [Educational Website], 2 Juli 2020.

Manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam kehidupan sosial, seseorang hidup dengan orang-orang lain. Menurut teori perbandingan sosial (social comparison theory), seseorang membandingkan diri dengan orang lain yang relevan, yaitu significant others (Ajzen, 2020) dan ‘rivals’ (Celse, 2010) atau lawan (Simamora, 2021). Significant others adalah orang-orang yang penting dalam kehidupan seseorang (Icek Ajzen, 2020). Saingan adalah orang-orang yang memiliki hubungan anti-sosial secara terbuka atau diam-diam dengan seseorang (Celse, 2010). Keberadaan ‘musuh’ melahirkan konsep iri hati (social envy) (Celse, 2010; Smith & Kim, 2007).

Iri hati (social envy) muncul ketika seseorang menyaksikan bahwa orang atau kelompok yang terhadapnya seseorang membandingkan diri memiliki objek yang berharga, yang menghasilkan perasaan rendah diri dan kebencian (Smith & Kim, 2007; van de Ven et al., 2009). Perasaan itu berasal dari perbandingan ke atas (upward comparison), di mana seseorang yang iri  membandingkan dirinya dengan orang yang superior (yang diirii) dalam hal kepemilikan objek atau pencapaian prestasi yang dicemburui (van de Ven et al., 2009).

Iri hati dihasilkan bukan oleh fakta bahwa saingan yang diirii memiliki objek atau melakukan pekerjaan dengan baik tetapi memiliki atau melakukannya lebih baik dari dirinya. Evaluasi semacam itu menghasilkan kumpulan emosi selama episode iri hati, berupa perasaan rendah diri, kebencian terhadap situasi, dan perasaan buruk terhadap orang yang dicemburui (Parrot & Smith, 1993).

Perilaku iri melibatkan tiga komponen: orang yang iri (envier), orang yang di-iri-i (envied) dan objek yang dicemburui (Lange et al., 2018). Obyek iri hati dapat berupa prestasi, karakteristik, atau kepemilikan dengan nilai prestise yang tinggi dan sangat terkait dengan status sosial yang dicemburui (Lange et al., 2018; Lange & Crusius, 2015).

Teori iri hati menarik perhatian banyak peneliti. Ada tiga tradisi penelitian di bidang ini, yaitu kategori iri hati (social envy) (e.g., Falcon, 2015; van de Ven et al., 2009), anteseden (Lange & Crusius, 2015; Lin et al., 2018), konsekuensi (van de Ven, 2016), atau anteseden dan konsekuensi (Apple et al., 2015).

Secara kategori, orang yang iri memiliki dua wajah. Yang pertama adalah wajah yang lebih negatif yang disebut malicious envy (van de Ven et al., 2009). Dengan wajah ini, iri hati adalah perasaan destruktif yang merugikan si pencemburu secara fisik, psikis, dan perilaku. Malicious envy ada bersamaan dengan schadenfreude (Hareli & Weiner, 2002; Smith & van Dijk, 2018) karena malicious envy menghasilkan schadenfreude (Hareli & Weiner, 2002; Smith & van Dijk, 2018). Persahaan itu juga dapat menghasilkan perilaku agresif dan konflik dalam kelompok (Cohen-Carash & Mueller, 2007) dan kemauan untuk menjatuhkan yang lain (Tai et al., 2012), termasuk meningkatkan motivasi untuk mengurangi atau menghilangkan atau merusak prospek dan keunggulan orang lain. Perasaan ini dapat merusak diri orang yang mengalaminya (Parks et al., 2002).

Wajah kedua iri hati yang lebih positif menggambarkan bahwa orang yang iri meningkatkan motivasi mereka untuk bekerja lebih keras untuk mendapatkan apa yang sudah dimiliki orang yang diirii (the envied) (van de Ven, 2016; van de Ven et al., 2009). Lange et al. (2018) menyatakan bahwa motivasi berbasis iri hati disertai oleh pemikiran positif dan kekaguman terhadap orang yang dicemburui.

Van de Ven (2016) mencatat bahwa anteseden rasa iri bisa sama, tetapi reaksi orang yang iri mungkin berbeda karena perbedaan karakteristik individu. Vecchio (1995) menyatakan bahwa kecenderungan iri hati (social envy) tertentu juga ditentukan oleh karakteristik objek yang dicemburui, atribut budaya, dan situasi di mana kecemburuan terjadi selain sifat pribadi.

Lange et al. (2018) menggarisbawahi bahwa iri hati (social envy) memengaruhi perilaku konsumen, struktur sosial organisasi, persepsi tubuh seseorang, pengalaman emosional virtual, perkembangan stereotip, dan banyak aspek psikologi manusia. Itulah sebabnya, kata mereka, sebagian orang percaya bahwa iri hati (social envy) melibatkan seluruh anggota masyarakat.

Referensi

Ajzen, Icek. (2020). The theory of planned behavior: Frequently asked questions. Human Behavior and Emerging Technologies, 2(4), 314–324. https://doi.org/10.1002/hbe2.195

Apple, H., Crusius, J., & Gerlach, A. L. (2015). Social comparison, envy, and depression on Facebook: A study looking at the effects of high comparison standards on depressed individuals. Journal of Social and Clinical Psychology, 34(4), 277–289. https://doi.org/10.1521/jscp.2015.34.4.277

Celse, J. (2010). Sketching envy: From philosophy to psychology. University of Montpellier. http:// www.lameta.univ-montp1.fr/Documents/ DR2010-22.pdf

Cohen-Carash, Y., & Mueller, J. S. (2007). Does perceived unfairness exacerbate or mitigate interpersonal counterproductive work behaviors related to envy? Journal of Applied Psychology, 92(3), 666–680. https://doi.org/10.1037/0021-9010.92.3.666

Falcon, R. G. (2015). Is envy categorical or dimensional? An empirical investigation using taxometric analysis. 15(6), 694–698. https://doi.org/10.1037/emo0000102.

Hareli, S., & Weiner, B. (2002). Dislike and envy as antecedents of pleasure at another’s misfortune. Motivation and Emotion, 26, 257–277. https://doi.org/10.1023/A:1022818803399

Lange, J., & Crusius, J. (2015). The tango of two deadly sins: The social-functional relation of envy and pride. Journal of Personality and Social Psychology, 109(3), 354–472. https://doi.org/10.1037/pspi0000026

Lange, J., Weidman, A. C., & Crusius, J. (2018). The painful duality of envy: Evidence for an integrative theory and a meta-analysis on the relation of envy and schadenfreude. Journal of Personality and Social Psychology, 114(4), 572–598. https://doi.org/10.1037/pspi0000118

Lin, R., Van de Ven, N., & Utz, S. (2018). What triggers envy on social network sites? A comparison between shared experiential and material purchases. Computer and Human Behavior, 85, 271–281. https://doi.org/10.1016/j.chb.2018.03.049

Parrot, W. G., & Smith, R. H. (1993). Distinguishing the experience of envy and schadenfreude. Journal of Personality and Social Psychology, 64(6), 906–920. https://doi.org/10.1348/014466601164704

Parks, C. D., Rumble, A. C., & Posey, D. C. (2002). The effects of envy on reciprocation in a social dilemma. Personality and Social Psychology Bulletin, 28(4), 509–520. https://psycnet.apa.org/doi/10.1177/0146167202287008

Simamora, B. (2021). How proponents and opponents influence achievement motivation: The role of the anticipated emotions of other people. Gadjah Mada International Journal of Business, 23(1), 1-36.https://doi.org/10.22146/gamaijb.44042

Smith, R. H., & Kim, S. H. (2007). Comprehending envy. Psychological Bulletin, 133(1), 46–64.

Tai, K., Narayan, J., & McAlister, D. J. (2012). Envy as pain: Rethinking the Nature of Envy and Its Implications for Employees and Organizations. Academy of Management Review, 37(1), 107–129. http://dx.doi.org/10.5465/amr.2009.0484

Van de Ven, N., Zeelenberg, M., & Pieters, R. (2009). Leveling up and down: The experiences of benign and malicious envy. Emotion, 9(3), 419–429. https://doi.org/10.1037/a0015669

Vecchio, R. P. (1995). Starting out and setting up. Journal of Management, 21(5), 833–834. https://doi.org/10.1177%2F014920639502100501