Conation versus Behavioral Intention

Dalam model tradisional sikap dipercaya memiliki komponen kognisi (cognition), afeksi (affection), dan konasi (conation). Conation adalah kecenderungan seseorang melakukan suatu perilaku (predisposition to behave) yang konsisten dengan afeksi dan kognisinya. Misalkan, seorang memiliki persepsi baik (cognition) dan suka (affection) terhadap sabuk pengaman mobil. Dapat dipastika bahwa apabila mengendarai mobil, ia memiliki kecenderungan (akan) menggunakan sabuk pengaman.

Gambar 1. Model Sikap Tiga Komponen

Maksud atau niat perilaku (behavioral intention) juga termasuk kecenderungan seseorang melakukan suatu perilaku (predisposition to behave). Dengan demikian, apa bedanya dari conation?

Hampshire dan Hart (1958) menjelaskan bahwa behavioral intention bukanlah sekedar tindakan yang akan dilakukan seseorang. Agar predisposition to behave dapat dikatakan sebagai behavioral intention,  pertama, individu harus mengetahui dan dapat menyatakan apa yang akan dia lakukan. Misalnya, Mavin dapat dikatakan berniat mengatur pola makan kalau dia tahu apa artinya mengatur pola makan dan bisa mengomunikasikan atau menyatakan niatnya. Jika mau mengatur asupan makanan tetapi tidak mengetahui konsep pengaturan pola makan dan cara melakukannya, maka dia tidak dapat mengungkapkannya. Konsekuensinya, kecenderungannya untuk berdiet memang ada, tapi itu bukan niat.

Kedua, perilaku yang diniati individu bersifat sengaja (intentionally) dan  memiliki alasan (reasoned action) atau tujuan tertentu (goal-directed). Oleh karena itu, niat perilaku kompatibel dengan perilaku yang diarahkan tujuan (goal-directed behavior). Misalnya, tujuan Mavin mengatur pola makan adalah memperbaiki penampilan, menyehatkan jantung dan ginjal, memperkuat otot dan mengurangi risiko diabetes dan tekanan darah tinggi.

Menurut Ajzen (2002), agar dapat dikatakan sebagai behavioral intention, predisposition to behave harus spesifik dan memenuhi unsur Target, Action, Context, dan Time (TACT), misalnya, ‘Saya berniat lari pagi di luar rumah selama 30 menit setiap hari mulai besok.’ Pernyataan tersebut mengandung:

  • Unsur tindakan (A-action), menyangkut apa yang ingin dilakukan (lari pagi).
  • Sasaran (T-target) adalah intensitas tindakan (30 menit).
  • Konteks (C-context), berkaitan dengan di mana perilaku itu dilakukan (di luar rumah).
  • Waktu, yaitu kapan dilakukan (T-time): mulai besok.

Dalam The Theory of Planned Behavior (TPB), Ajzen (1991; 2020) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi behavioral intention (BI) adalah sikap (Ab). Dengan demikian, sebagai komponen sikap, conation adalah adalah bagian dari faktor yang mempengaruhi behavioral intention.

Gambar 2. Theory of Planned Behavior. Sumber: Ajzen, I. (2002). Perceived behavioral control, self-efficacy, locus of control, and the Theory of Planned Behavior. Journal of Applied Social Psychology, 32(4), 665–683. https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.2002.tb00236.x

Seperti diperlihatkan pada Gambar 1, conation berinteraksi dengan cognition dan affection. Artinya, secara natural, conation muncul sebagai konsekuensi cognition dan affection. Dengan conation, seseorang belum menyatakan maksud atau rencana untuk melakukan perilaku. Conation adalah energi yang potensi untuk melakukan perilaku. Untuk mewujudkan sikap menjadi perilaku, menurut Perugini dan Bagozzi (2001), diperlukan unsur motivasinal untuk mencapai tujuan yang dinamakan desire.

Walaupun sama-sama predisposition to behave (kecenderungan melakukan perilaku), conation dan behavioral intention berbeda. Conation adalah kesiapan (readiness) yang memperbesar peluang terjadinya perilaku dan behavioral intention adalah niat atau rencana spesifik melakukan perilaku.

Referensi

Ajzen, I. (2002). Perceived behavioral control, self-efficacy, locus of control, and the Theory of Planned Behavior. Journal of Applied Social Psychology, 32(4), 665–683. https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.2002.tb00236.x

Ajzen, I. (2020). The theory of planned behavior: Frequently asked questions. Human Behavior and Emerging Technologies, 314–324, 314–324. https://doi.org/10.1002/hbe2.195

Hampshire, S., & Hart, H. L. A. (1958). Decision, intention, and certainty. Mind, 67(265), 1–12. https://doi.org/10.1093/mind/LXVII.265.1

Perugini, M., & Bagozzi, R. (2001). The role of desires and anticipated emotions in goal-directed behaviours: Broadening and deepening the Theory of Planned Behaviour. British Journal of Social Psychology, 40, 79-98. http://dx.doi.org/10.1348/014466601164704