Menurut Giese dan Cote (2002), kepuasan adalah respon afektif konsumen setelah mereka mengevaluasi kinerja produk. Evaluasi kinerja produk menghasilkan kesimpulan kognitif, kemudian respon afektif muncul sebagai lanjutan kesimpulan kognitif. Jadi, emosi adalah gambaran kepuasan itu sendiri.

Giese dan Cote (2002)  menemukan ungkapan perasaan sebagai pernyataan kepuasan dengan kata-kata: “good, excited, very satisfied, pleasantly surprised, relieved, helpless, frustrated, cheated, indifferent, and neutral”. Liljander dan Strandvik (1997) mencatat hopeful, happy dan positively surprised sebagai respon afektif positif, kemudian guilty, humiliated, depressed, anger, diapponiment dan regretful sebagai ungkapan respon negatif.

Apakah respon afektif terbatas pada temuan dua penelitian di atas? Jawabannya adalah tidak. Orang-orang melukiskan emosi dengan kata-kata mereka sendiri (Roseman et al., 1996). Bahkan, konsumen dapat menyatakan kepuasan tanpa mengungkapkan perasaan secara langsung, namun secara tidak langsung melalui kata-kata yang dipilihnya. Simak komentar-komentar berikut yang menghadiahi sebuah toko online dengan lima bintang.

“proses masuk ke kurir cepat, packing aman tulen free bubble wrap + kardus. beli 3lb dpt strap ori vectorlabs yg kualitas lumayan tebel+lembut sm evobar. exp jauh 2027, mantap lah.” (komen 1)

“lumayan murah, dan dapat bonus shaker dan bcca. Tapi ga tahu takaran pake BCCA nya berapa. Soalnya masih pemula, di Googling juga ga ada aturan takarnya berapa. Sarannya diberi aturan pakainya. Terimakasih.” (komen 2)

“Paling mantapp. Gk baca info ternyata dapat banyak bonusan. Recommended.” (komen 3)

Sedangkan pembeli yang memberikan satu bintang mengomentari toko online yang sama dengan kata-kata:

“BARANG YG TERKIRIM TIDAK SESUAI DESKRIPSI PRODUK APA APAAN NIH? PEMBELI LAEN BENER NGASIH BARANGNYA, GW DIGINIIN. BARANG YG DIKIRIM AJA GA BENER APALAGI NGASIH BONUS. OKEE KAPOK GW BELI DI TOKO LU BOS.” (komen 4)

“Judulnya dan deskripsinya ga ada pemberutahuan kl ini wpi dan CONCENTRATE!!!!!, yg ada WPI doang!!!!! Sama aja nipu nih Kl tau wpc sih gw ga bakalan mau!!!! Mana pengiriman lama!!!” (komen 5)

Terlihat pada komentar-komentar di atas bahwa ungkapan perasaan tidak hanya ditujukan pada produk, akan tetapi juga pada proses pembelian, pengalaman sebelum, selama atau setelah konsumsi, termasuk aspek-aspek tertentu produk atau konsumsi. Hasil ini mengonfirmasi temuan Giese dan Cote (2002) bahwa kepuasan adalah ringkasan atau simpulan respon afektif dengan intensitas yang berbeda-beda (summary affective response which varies in intensity), yang terjadi dalam waktu tertentu dan a terbatas (time-specific point of determination and limited duration), yang dialamatkan pada aspek fokal pembelian maupun konsumsi produk (focal aspects of product acquisition and/or consumption).

Kembali pada pernyataan Roseman et al. (1996): “Orang-orang melukiskan emosi dengan kata-kata mereka sendiri.” Artinya, cara konsumen mengungkapkan perasaan berbeda-beda. Ada yang menyatakan perasaannya secara langsung. Ada pula tidak menyatakannya secara spesifik namun tergambar dari pilihan kata-kata dan cara menuliskannya. Mari kita lihat kembali komen di atas:

“Judulnya dan deskripsinya ga ada pemberutahuan kl ini wpi dan CONCENTRATE!!!!!, yg ada WPI doang!!!!! Sama aja nipu nih Kl tau wpc sih gw ga bakalan mau!!!! Mana pengiriman lama!!!” (komen 5)

Kalau dalam komen konsumen tidak dinyatakan secara langsung, bagaimana mendeteksi respon afektif konsumen? Tipe emosi yang dialami individu tergantung faktor-faktor yang menyebabkan pemunculannya.

Emosi diaktivasi oleh faktor kognitif (Izard, 1993; Parkinson & Manstead, 2015; Roseman et al., 1996) dan non-kognitif (Izard, 1993). Dalam penilaian kognitif, menurut Roseman et al. (1996), ada lima faktor yang dapat mengaktivasi emosi (Tabel 1). Dengan mengombinasikan teori Roseman et al. (1996) dengan teori atribusi kepuasan (Yuksel & Yuksel, 2008), faktor-faktor tersebut adalah:

Gambar 1. Model Respon Afektif Kosumsi

Sumber: Diadaptasi dari Roseman, I. J., Antoniou, A. A., & Jose. (1996). Appraisal Determinants of Emotions: Constructing a More Accurate and Comprehensive Theory. Cognition & Emotion, 10(3), 241–278. https://doi.org/10.1080/026999396380240

  1. Konsistensi even. Apakah suatu even sesuai  dengan ‘keinginan atau harapan’ (motif) seseorang? Berdasarkan Giese dan Cote (2002), even dimaksud terkait dengan pengalaman total terkait produk, bisa pula even spesifik sebelum, selama dan setelah menggunakan produk. Sebuah even yang sesuai dengan keinginan akan menghasilkan emosi positif, apabila tidak sesuai, terbentuk emosi negatif. Konsitensi evenlah yang menentukan apakah individu mengalami emosi positif ataukah negatif. Pada komen 5 di atas, even atau kejadian adalah ketidaksesuaian barang yang diterima dan diharapkan karena informasi dari penjual online dan waktu pengiriman yang lama. Konsumen mengharapkan barang yang diterima sesuai dengan yang dipesan dan waktu pengiriman cepat. Dengan demikian, kenyataan yang dialami konsumen tidak sesuai dengan harapan atau terjadi motive-inconsistent. Emosi yang dialami sudah pasti negatif.
  2. Probabilitas (probability). Aspek ini terkait dengan apakah perkiraan individu tentang pemunculan even dimaksud, apakah sesuatu yang tidak dapat diduga (unexpected), sudah diperkirakan sebelumnya (certain) karena sering terjadi atau tidak pasti uncertain) atau jarang terjadi. Belanja online bukan judi, dalam mana pemunculan suatu even tergantung nasib. Kegagalan transaksi online sangat jarang terjadi, sehingga even dialami dalam komen 5 adalah sesuatu yang jarang atau tidak pasti terjadi (uncertain).
  3. Agen (agency). Apa atau siapa yang bertanggung jawab atas even yang dialami konsumen, apakah eksternal (company-related factors) ataukah internal (consumer-related factors)? Dalam teori atribusi, pertanyaan ini disebut dimensi responsibility (Tsiros et al., 2004). Pada komen 5, yang bertanggung jawab adalah toko online X (company-related factors).
  4. Motivational state. Para ahli psikologi (misalnya: I. J. Roseman, 1991; Solomon, 2018) umumnya sepakat bahwa motivasi memiliki dua arah, yaitu memperoleh manfaat atau keuntungan (approach motivation), yang oleh I. J. Roseman (1991) dinamakan appetitive atau menghindari kerugian atau keadaan buruk (avoidance motivation), yang oleh I. J. Roseman (1991) dinamakan averse. Dalam kamus bahasa Inggris, arti averse adalah menghindari, tidak menyukai atau menentang sesuatu (having a strong dislike or opposition to something). Pada komen 5, tujuan membeli konsentrat protein adalah untuk memperbesar dan memperkuat otot (appetitive).
  5. Kemampuan mengendalikan even (controllability). Aspek ini berkaitan dengan kemampuan pihak yang bertanggung jawab atas even untuk melakukan pengendalian manajerial agar even yang diinginkan terjadi atau yang tidak diinginkan itu tidak terjadi. Pada komen 5, perusahaan memiliki kemampuan pengendalian yang tinggi (high control potential) karena toko online mudah memenuhi harapan “barang yang diterima sesuai dengan yang dipesan dan waktu pengiriman cepat”.

Berdasarkan penilaian atas aspek-aspek tersebut, kesimpulan atas even yang menggambarkan pengalaman komentator 5 adalah: motive-inconsistent, uncertain, other-caused, appetitive, dan high control potential. Tabel 1 emosi yang sesuai adalah marah (anger).

Apakah Emosi Selalu Dipicu oleh Semua Aspek?

Tidak harus semua aspek dinilai. Komen, “Paling mantapp. Gk baca info ternyata dapat banyak bonusan. Recommended,” menggambarkan perasaan pembeli pada bonus yang diterima, yang tidak diduga sebelumnya. Bonus dimaksud adalah hal yang disukai (motive consistent), disebabkan oleh dapat bonus (circumstance) dengan probabilitas tidak diperkirakan sebelumnya (unexpected). Hasilnya adalah surprise positif. Pada contoh ini, controllability karena faktor yang membuat surprise berada di luar perkiraan konsumen.

Kasus Yoyo

Yoyo mobil membawa mobilnya ke bengkel resmi untuk servis rutin 60.000 km yang ditempuh selama dua setengah tahun. Servis gratis yang dikomunikasikan saat pembelian mobil adalah sampai 50.000 km atau tiga tahun, tergantung mana dicapai duluan. Setelah mobil selesai, Yoyo bersiap membayar biaya servis, yang normalnya adalah Rp 5.000.000. Namun, Yoyo hanya mendapat tagihan  Rp 1.500.000. Melihat angka itu, takut kasir salah hitung, Yoyo bertanya kenapa biayanya lebih rendah dari normal. Kasir menjawab bahwa kalau 50.000 km pertama ditempuh dalam tiga tahun atau kurang, pemilik mobil mendapat bonus servis gratis 20.000 km berikutnya. Mendengar penjelasan itu Yoyo mengepalkan tangan ke atas dan berkata “Yes”. Pertanyaan, emosi apa yang dialami pemilik mobil?

Jawab:

Even: servis gratis mobil Andi diperpanjang sampai 20.000 km berikutnya.

  1. Konsistensi even (situational state): Konsisten karena sesuai karena sesuai dengan keinginan pemilik mobil.
  2. Probabilitas (probability): tidak disangka-sangka (unexpected).
  3. Agency: Perusahaan.
  4. Motivational state: Tidak relevan (uncategorized) karena even tidak disangka-sangka. Motivational state relevan untuk perilaku yang diarahkan tujuan, yaitu perilaku yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu. Even yang tidak disangka-sangka (unexpected) adalah sesuatu yang tidak direncanakan. Pemilik mobil tidak sengaja mencapai 50.000 km dalam waktu kurang dari lima tahun.
  5. Controllability: tidak relevan (uncategorized) karena tidak ada harapan atas even. Mudah  perusahaan mengadakan maupun meniadakan even dimaksud.

Kesimpulan: emosi yang dialami adalah surprise positif. Sebagai catatan, surprise bisa positif, bisa negatif (shock), tergantung konsistensi even.

Kasus Andi

Andi, seorang pemilik mobil membawa mobilnya ke bengkel resmi untuk servis rutin 60.000 km yang ditempuh selama dua setengah tahun. Servis gratis yang dikomunikasikan saat pembelian mobil adalah sampai 50.000 km atau tiga tahun, tergantung mana dicapai duluan. Namun, pada papan pengumuman di bengkel tertulis bahwa kalau 50.000 km pertama ditempuh tiga tahun atau kurang maka servis gratis diperpanjang sampai 20.000 km berikutnya. Andi membaca pengumuman itu pada waktu mobilnya menempuh 20.000 km dalam dua tahun pertama. Agar memperoleh bonus perpanjangan servis gratis mobil Andi harus menempuh 30.000 km sebelum tahun ketiga yang jatuh pada tanggal 28 September 2024. Karena itu,  dengan sengaja Andi sering membawa mobilnya jalan jauh sehingga pada saat diservis tanggal 27 September 2024, jarak yang ditempuh telah mencapai 50.020 km. Setelah mobil selesai diservis  Andi membayar biaya servis Rp 1.500.000 dari  Rp 5.000.000 biaya normal. Emosi apa yang dialami Andi?

Even: servis gratis mobil Andi diperpanjang sampai 20.000 km berikutnya.

  1. Konsistensi even (situational state): konsisten karena sesuai karena sesuai dengan keinginan pemilik mobil (motive-consistent).
  2. Probabilitas (probability): pasti (certain) karena syarat untuk even sudah diumumkan dan Andi sudah lihat pengumuman itu.
  3. Sumber atau penyebab: Andi sendiri karena dengan sengaja mengemudi 50.000 km kurang dari tiga tahun agar memperoleh bonus servis gratis 20.000 km.
  4. Motivational state: Tujuan Andi adalah memperpanjang servis gratis sejauh 20.000 km (appetitive).
  5. Controllability: tinggi (high potential control) karena Andi dapat mengondisikan agar mobilnya menempuh 50.000 sehari sebelum mobilnya mencapai tiga tahun.

Kesimpulan: emosi yang dialami adalah gembira (joy).

Kasus Ibu Floren

Pada pertengahan tahun 2024, Floren minta suaminya untuk mencari dan membeli air galon isi ulang. Suaminya bertanya: “Bukannya kita sudah bertahun-tahun langganan ke pak Reza, kenapa kita tidak beli dari dia saja?” “Ah, sebal aku. Kemarin aku pesan air galon ke dia dan tidak datang-datang. Waktu kutanya kenapa air galon tidak segera dikirim, dia berkata ketus ‘ibu yang sabar dong, saya kerja sendiri nih, asisten pada pulang kampong. Kesal banget aku,” ucap Floren dengan muka cemberut, “Aku tak akan beli dari dia lagi.” Pertanyaan, emosi apa yang dialami Floren.

Even: pak Reza menjawab permintaan bu Floren dengan ketus.

  1. Konsistensi even (situational state): tidak konsisten karena seorang pembeli mengharapkan dilayani dengan baik sesuai prinsip ‘pembeli adalah raja’ (motive-inconsistent).
  2. Probabilitas (probability): amat jarang terjadi (uncertain).
  3. Sumber atau penyebab: Company-related factors, yaitu pak Reza.
  4. Motivational state: tujuan ibu Floren adalah pesanan air galon isi ulang dilayani dengan baik (appetitive).
  5. Controllability: High controllability karena even itu mudah dihindarkan apabila pak Reza tidak ketus.

Kesimpulan: emosi yang dialami adalah marah.

Teori Atribusi Kepuasan

Teori ini juga fokus pada suatu kejadian, yang valence-nya (arahnya) bisa positif (sesuai keinginan konsumen) atau negatif (tidak sesuai keinginan konsumen) (Tsiros et al., 2004). Menurut teori ini, kepuasan konsumen dipengaruhi oleh penilaian konsumen atas tiga dimensi ini: responsibility, controllability, dan stability. Responsibility adalah siapa yang bertanggung jawab atas kejadian, apakah perusahaan (company-related) atau bukan perusahaan (company-unrelated). Controllability berkaitan kemampuan pihak yang bertanggung jawab untuk mengondisikan even positif terjadi atau even negatif tidak terjadi. Stability adalah penilaian konsumen apakah even yang sama akan terjadi atau tidak terjadi di masa depan. Namun, teori lebih cocok untuk menganalisis ketidakpuasan konsumen (Yuksel & Yuksel, 2008).

Referensi

  1. Giese, J. L., & Cote, J. A. (2002). Defining Consumer Satisfaction. Academy of Marketing Science Review, 1.
  2. Izard, C. E. (1993). Four systems for emotion activation: Cognitive and noncognitive processes. Psychological Review, 100(1), 68–90. https://doi.org/10.1037/0033-295X.100.1.68
  3. Liljander, V., & Strandvik, T. (1997). Emotions in service satisfaction. International Journal of Service Industry Management, 8(2), 148–169. https://doi.org/10.1108/09564239710166272
  4. Parkinson, B., & Manstead, A. S. R. (2015). Current Emotion Research in Social Psychology: Thinking About Emotions and Other People. Emotion Review, 7(4), 371–380. https://doi.org/10.1177/1754073915590624
  5. Roseman, I. J. (1991). Appraisal determinant of discrete emotions. Cognition and Emotion, 5(3), 161–200. https://doi.org/10.1080/02699939108411034.
  6. Roseman, I. J., Antoniou, A. A., & Jose, P. E. (1996). Appraisal Determinants of Emotions: Constructing a More Accurate and Comprehensive Theory. Cognition & Emotion, 10(3), 241–278. https://doi.org/10.1080/026999396380240
  7. Solomon, M. R. (2018). Consumer Behavior: Buying, Having, and Being (12th ed.). Pearson.
  8. Tsiros, M., Mittal, V., & Ross, W. T. (2004). The Role of Attributions in Customer Satisfaction: A Reexamination. Journal of Consumer Research, 31(2), 476–483. https://doi.org/10.1086/422124
  9. Yuksel, A., & Yuksel, F. (2008). Consumer Satisfaction Theories: Critical Review. In Tourist Satisfaction and Complaining Behavior: Measurement and Management Issues in the Tourism and Hospitality Industr (Yuksel A. (Eds)). Nova Science Publisher.