Last Updated on November 25, 2024 by Bilson Simamora
Ini pertanyaan yang sulit karena balik modal adalah suatu keadaan tidak batas untung dan tidak rugi. Umumnya kita cenderung menyatakan kalau untung sukses dan rugi sebagai gagal. Namun, orang-orang bisa berbeda pendapat tentang apakah balik modal tergolong sukses atau gagal?.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita dapat mulai dari perilaku yang diarahkan tujuan (goal-directed behavior). Menurut teori ini, seseorang akan mempersiapkan diri untuk menghadapi konsekuensi keputusannya. Pada intinya, apa pun hasil yang dicapai, hanya ada dua perasaan yang mungkin dialami: senang atau kecewa. setiap orang berusaha memperoleh rasa senang dan menghindari rasa sedih atau kecewa. Sukses akan menimbulkan rasa senang dan gagal akan menghasilkan rasa sedih atauu kecewa (Bagozzi et al., 2016; Kotabe et al., 2019; Pelsmaeker et al., 2017; Perugini & Bagozzi, 2001). Pertanyaannya, apa itu sukses dan gagal?
Sukses atau gagal tergantung pada pencapaian tujuan. Sukses adalah berhasil mencapai tujuan dan gagal bila tujuan tidak tercapai. Higgins (1998, 2018) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan ada dua, yaitu memperoleh sesuatu (to get gain) dan mencegah kehilangan sesuatu (no loss). Sukses bisa berupa keberhasilan memperoleh sesuatu atau menghindari kerugian atau keadaan buruk. Lihat contoh-contoh berikut ini.
- Dea membeli sampho anti ketombe merek A karena kepalanya berketombe. Ia merasa sukses memilih merek A karena ketombenya hilang (sukses: no loss).
- Deari membeli sampho anti ketombe merek B karena kepalanya berketombe. Ia merasa gagal karena ketombenya tidak hilang atau keadaan buruk gagal dihindari (gagal: loss).
- Alvin membeli bubuk protein karena ingin meningkatkan kekuatannya mengangkat beban. Ia merasa sukses menggunakan bubuk protein dikatakan sukses karena kekuatannya mengangkat beban meningkat (sukses: gain).
- Andre membeli bubuk protein karena ingin meningkatkan kekuatannya mengangkat beban. Andre merasa gagal karena kekuatannya mengangkat beban tidak meningkat (gagal: no gain).
Higgins (1998) menyatakan setiap orang memiliki keterbatasan kemampuan berpikir. Karena itu, dalam mendefinisikan tujuan, seseorang hanya dapat fokus satu di antara dua kemungkinan, yaitu fokus promosi (promotion focus) dan fokus pencegahan (prevention focus). Tujuan fokus promosi adalah memperoleh sesuatu (get gain). Sukses bagi orientasi ini adalah memperoleh sesuatu (get gain) dan gagal adalah tidak memperoleh sesuatu (no gain). Seseorang yang menginvestasikan uangnya di bursa saham, misalnya, akan merasa sukses kalau harga sahamnya naik dan gagal kalau harga sahamnya tidak naik.
Fokus pencegahan (prevention focus) bertujuan mencegah atau menghindari terjadinya kerugian. Karena itu, sukses bagi mereka adalah tidak terjadi kerugian (no loss) dan gagal adalah terjadi kerugian (loss). Bagaimana kalau malah untung? Tentu orangnya tidak hanya sukses, tetapi merasa surprise. Misalnya, seorang penjaga gudang akan merasa sukses kalau tidak ada barang yang hilang atau rusak (no loss) dan gagal kalau ada barang hilang atau rusak (loss).
Dalam perkembangannya, regulatory focus theory tidak lagi terbatas sebagai orientasi dalam memandang sukses atau gagal, akan tetapi mencakup ciri (traits) kepribadian, seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Namun, para ahli sepakat, bahwa selain bawaan kepribadian, faktor situasi juga dapat berpengaruh pada orientasi individu. Misalnya, dalam keadaan pesimis, mungkin sekali orientasi pencegahan yang muncul, dalam keadaan optimis, orientasi promosi yang aktif (Cui & Ye, 2017).
Tabel 1. Individu Orientasi Promosi vs Pencegahan
No. | Individu Fokus Promosi | Individu Fokus Pencegahan |
1 | Individu diatur oleh prinsip ideal. Misalnya, seorang mahasiswa mengambil mata kuliah Seminar Manajemen Pemasaran karena ingin menguasai sepenuhnya (mastering) ilmu yang diajarkan dan lulus dengan nilai sebaik-baiknya. | Perilaku diatur untuk memenuhi apa yang seharusnya dilakukan (tugas, tanggung jawab). Seorang mahasiswa kuliah dengan target: Mengerjakan semua tugas kalau dinilai, absensi tidak melebihi tiga kali, kehadiran di kelas tidak lewat 30 menit dari jadwal dan nilai rata-rata memenuhi batas lulus |
2 | Menggunakan strategi pendekatan atau approach strategy (strategi untuk memperoleh sesuatu). Misalnya, seorang mahasiswa ingin memperoleh nilai A untuk sebuah mata kuliah. Sukses=lulus dengan nilai baik. | Menggunakan strategi penghindaran (strategi untuk mencegah kerugian). Misalnya, seorang mahasiswa ingin memperoleh nilai rata-rata yang cukup sebagai syarat lulus. Sukses=tidak mengulang mata kuliah. |
3 | Memiliki motivasi lebih tinggi | Memiliki motivasi lebih rendah |
4 | Dalam menghadapi tugas yang sulit, individu berkata: “Tugas ini sulit tetapi dapat dikerjakan (its difficult but possible)”, lalu berusaha menemukan cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi | Ketika memperoleh tugas yang sulit, individu yang fokus pada pencegahan akan berkata: “Tugas ini dapat dikerjakan tetapi sulit (its possible but difficult)”, lalu berusaha menghindari tugas |
5 | Mencari berbagai cara untuk memperoleh hasil terbaik. Seorang karyawan bekerja untuk memperoleh hasil kerja sebaik-baiknya | Mengurangi kemungkinan melakukan kesalahan-kesalahan. Seorang karyawan bekerja sebaik mungkin agar tidak mendapat teguran atasan |
6 | Biasanya terdapat pada orang-orang yang memiliki keyakinan diri tinggi (high self-efficacy) atas kemampuannya dan/atau yang berani risiko yang tinggi (risk-taker) | Biasanya terdapat pada orang-orang yang memiliki keyakinan diri rendah (low self-efficacy) dan/atau cenderung takut menghadapi risiko (risk-avoider) |
Konsep Berpadanan
Fokus promosi dan fokus pencegahan memiliki konsep lain yang serupa, yaitu approach dan avoidance motivation serta achievement goals theory. Bedanya, regulatory focus theory memiliki cakupan lebih luas, karena selain motivasi, juga mencakup trait kepribadian seseorang. Berikut ini penjelasan kedua teori serupa.
Approach dan Avoidance Motivation
Van Raaij dan Wandwossen (1977) mencatat bahwa salah satu konsep motivasi adalah kebutuhan untuk berprestasi. Mereka mengakui bahwa model mereka didasarkan pada model stratifikasi kebutuhan Maslow, khususnya kebutuhan aktualisasi diri, namun Raaij dan Wandwossen memasukkan ‘probabilitas keberhasilan mencapai tujuan’ dan ‘probabilitas kegagalan mencapai tujuan’ dalam model mereka.
Probabilitas keberhasilan mencapai tujuan dinyatakan dalam model motivasi meraih sukses:
Ts = Ms x Ps x Is
di mana Ts= Kekuatan motivasi untuk meraih sukses, Ms = motif atau kebutuhan untuk mencapai kesuksesan, Ps = probabilitas sukses, dan Is = Nilai insentif dari kesuksesan (makna atau dampak kegagalan bagi diri atau orang-orang penting dalam hidup).
Sementara itu, probabilitas kegagalan mencapai tujuan dinyatakan dalam model menghindari kegagalan:
Tf=Mf x Pf X If
Tf = kekuatan motivasi untuk menghindari kegagalan, Mf = motif atau alasan menghindari kegagalan, Pf = probabilitas kegagalan, dan If = Nilai insentif kegagalan (makna atau dampak kegagalan bagi diri atau orang-orang penting dalam hidup).
Menurut Van Raaij dan Wandwossen (1977), keterlibatan (engagement) dalam suatu kegiatan ditentukan oleh tujuan yang diinginkan. Apakah sebuah tujuan memotivasi atau tidak tergantung pada perbandingan antara Ts dan Tf. Misalnya, tujuan adalah menurunkan berat badan. Apakah individu termotivasi untuk mencapai tujuan itu? Semakin tinggi perbedaan antara Tf dan Ts, semakin tinggi pula kecenderungan individu (Ta) untuk melakukan suatu suatu kegiatan untuk mencapai tujuan. Ekspresi matematis untuk premis ini adalah sebagai berikut:
Ta = Ts-Tf
Contoh 1:
Seorang bapak berumur 65 tahun mendapat wejangan dari dokter: “Bapak tidak punya penyakit. Satu-satunya penyakit bapak adalah merokok. Kalau mau sehat berhentilah merokok.”
Jawab bapak itu: “Biarkan saja dokter, saya sudah tidak mampu lagi menghentikannya karena kebiasaan ini sudah saya lakukan sejak berumur 13 tahun.”
Akhirnya bapak itu gagal dimotivasi berhenti merokok:
Sukses berhenti merokok: Motif=ada (sehat), peluang 0%
Gagal berhenti merokok: Motif=tidak ada (pasrah dengan keadaan), peluang gagal (Tf) adaladan peluang sukses berhenti merokok adalah 0% (Ts) (motif sehat).
Dengan demikian, Ts=0, Tf=0, sehingga Ta=0 (no motivation to engage).
Elliot (1999) mencatat bahwa approach motivation dan avoidance motivation menentukan perilaku secara berbeda. Dalam approach motivation, perilaku diarahkan untuk mendapatkan kejadian atau kemungkinan positif, sedangkan pada avoidance motivation, perilaku diarahkan untuk menghindari kejadian yang merugikan. Dengan kata lain, approach motivation dan avoidance motivation memberikan hasil dan melalui proses yang berbeda. Jadi, setiap individu harus periksa secara eksklusif secara independen terkait apakah mereka dimotivasi oleh motif pendekatan atau penghindaran.
Achievement Goals Theory
Pada awalnya, tujuan dipandang sebagai outcomes, results, atau konsekuensi pilihan perilaku. Terkadang, hasilnya positif. Jika pilihan-pilihan atau perilaku dikoordinasikan untuk mengejar hasil positif, maka hasil yang ingin diperoleh tersebut disebut tujuan promosi (promotion goals). Hasil juga bisa negatif. Ketika pilihan atau perilaku dikoordinasikan untuk menghindarinya, hasil negatif yang ingin dihindari tersebut dimaksudkan tujuan pencegahan (avoidance goals) (Bagozzi & Dholakia, 1999).
Banyak perilaku dikoordinasikan oleh tujuan. Perilaku seperti itu dapat memiliki beragam tujuan. Tujuan-tujuan tersebut tidak bisa diperoleh sekaligus, oleh karena itu individu harus memilih mana yang diutamakan (Bagozzi & Dholakia, 1999).
Belajar di perguruan tinggi adalah perilaku yang digerakkan oleh tujuan karena didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Karena itu, achievement goals konsep khas bidang pendidikan.
Pada awal perkembangannya, konsep achievement goals dianggap dimiliki siswa-siswa yang memiliki efikasi diri (self-efficacy) yang tinggi. Pada awalnya, prestasi diartikan sebagai pencapaian relatif dibanding orang lain (misalnya ranking 1 di kelas) atau memilih pencapaian di atas standar (misalnya nilai melebihi kriteria ketuntasan minimal atau KKM) (Ames, 1992; Nicholls, 1984). Dalam perkembangannya, para ilmuwan juga menerima bahwa konsep ini juga mencakup pengerahan usaha untuk menghindari kegagalan oleh orang-orang yang merasa kurang mampu. Dengan keyakinan baru inimuncullah konsep model trikotomi (Elliot, 1999). Model ini menyatakan adanya tiga tujuan berpretasi, yaitu:
- Performance approach: Memperoleh hasil lebih baik dari orang lain yang dijadikan rujukan atau melebihi standar yang ditetapkan.
- Mastery approach: Menguasai materi yang diajarkan.
- Performance avoidance: Menghindari hasil lebih buruk dari orang lain yang dijadikan rujukan atau tidak lebih rendah dari standar yang ditetapkan.
Tujuan pendekatan kinerja yang bertujuan untuk mewujudkan eksekusi relatif untuk memenuhi tujuan citra diri, dan tujuan penghindaran eksekusi yang berpusat pada menghindari dilihat sebagai yang tidak kompeten. Individu dengan efikasi diri yang tinggi secara teoritis memiliki dua tujuan pertama (performance approach dan mastery approach), meskipun kategori ketiga (performance avoidance) dimiliki individu dengan efikasi diri yang rendah.
Elliot dan McGregor (2001) memasukkan dimensi keempat, yang disebut tujuan penguasaan-penghindaran. Dimensi ini mengacu pada upaya individu untuk menghindari kegagalan dalam menguasai tugas atau memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Dengan dimensi ini, model memiliki dua fokus (penguasaan dan kinerja) dan dua valensi (valensi: pendekatan dan penghindaran). Dengan demikian, saat ini disebut sebagai model 2X2 yang terdiri dari:
- Performance approach: Memperoleh hasil lebih baik dari orang lain yang dijadikan rujukan atau melebihi standar yang ditetapkan.
- Mastery approach: Menguasai materi yang diajarkan.
- Performance avoidance: Menghindari hasil lebih buruk dari orang lain yang dijadikan rujukan atau tidak lebih rendah dari standar yang ditetapkan.
- Mastery avoidace: Menghindari kegagalan menguasai materi yang diajarkan.
Referensi
- Ames, C. (1992). Classrooms: Goals, structures, and student motivation. Journal of Educational Psychology. Journal of Educational Psychology, 84(3), 261–271. https://doi.org/10.1037/0022-0663.84.3.261.
- Bagozzi, R. P., Belanche, L. V., Casalo, L. V., & Flavian, C. (2016). The Role of anticipated emotions in purchase intentions. Psychology & Marketing, 33(8), 629–645. https://doi.org/10.1002/mar.20905.
- Bagozzi, R. P., & Dholakia, U. (1999). Goal Setting and Goal Striving in Consumer Behavior. Journal of Marketing, 63, 19. https://doi.org/10.2307/1252098
- Cui, W., & Ye, M. (2017). An Introduction of Regulatory Focus Theory and Its Recently Related Researches. Psychology, 08(06), 837–847. https://doi.org/10.4236/psych.2017.86054
- Elliot, A. J. (1999). Approach and avoidance motivation and achievement goals. Educational Psychologist, 34(3), 169–189. https://doi.org/10.1207/s15326985ep3403_3
- Elliot, A. J., & McGregor, H. A. (2001). A 2 × 2 achievement goal framework. Journal of Personality and Social Psychology, 80(3), 501–519. https://doi.org/10.1037/0022-3514.80.3.501
- Higgins, E. T. (1998). Promotion and prevention: Regulatory focus as a motivational principle. Advances in Experimental Social Psychology, 30, 1–46. https://doi.org/10.1016/S0065-2601(08)60381-0
- Higgins, E. T. (2018). What distinguishes promotion and prevention? Attaining “+1” from “0” as non‐gain versus maintaining “0” as non‐loss. Psychological Bulletin, 49(1), 40–49. https://doi.org/10.24425/119470 .
- Kotabe, H., Righetti, F., & Hofmann, W. (2019). How Anticipated Emotions Guide Self-Control. Frontiers in Psychology, 10(1614). https://www.frontiersin.org/article/10.3389/fpsyg.2019.01614.
- Nicholls, J. G. (1984). Achievement motivation: Conceptions of ability, subjective experience, task choice, and performance. 91(3), 328–346. https://doi.org/10.1037/0033-295X.91.3.328.
- Pelsmaeker, S. D., Schouten, J. J., Gellynck, X., Delbaere, C., De Clerk, N., Heggy, A., Kuti, T., Depypere, T., & Dewettink, K. (2017). Do anticipated emotions influence behavioural intention and behaviour to consume filled chocolates? British Journal of Food, 119(9), 1983–1998. https://doi.org/10.1108/BFJ-01-2016-0006
- Perugini, M., & Bagozzi, R. P. (2001). The role of desires and anticipated emotions in goal‐directed behaviours: Broadening and deepening the theory of planned behaviour. 40(1), 79–98. https://doi.org/10.1348/014466601164704
- van Raaij, W. F., & Wandwossen, K. (1977). Motivation-need theories and cnsumer behavior. College of Commerce and Business Administration University of Illinois.